Wednesday, March 31, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


10 Wide Open Tips For Food Safety In The Great Outdoors

Posted: 31 Mar 2010 12:37 AM PDT


10 Wide Open Tips For Food Safety In The Great Outdoors
by: Terry Nicholls


Hiking, camping, and boating are good activities for active people and families. However, if the food isn't handled correctly, food-borne illness can be an unwelcome souvenir.

1. Choose foods that are light enough to carry in a backpack and that can be transported safely. Keep foods either hot or cold. Since it's difficult to keep foods hot without a heat source, it's best to transport chilled foods. Refrigerate or freeze the food overnight. What foods to bring? For a day hike, just about anything will do as long as you can fit it in your backpack and keep it cold -- sandwiches, fried chicken, bread and cheese, and even salads -- or choose non- perishable foods.

2. Keep everything clean. Remember to bring disposable wipes if you're taking a day trip. (Water is too heavy to bring enough for cleaning dishes!)

3. It's not a good idea to depend on fresh water from a lake or stream for drinking, no matter how clean it appears. Some pathogens thrive in remote mountain lakes or streams and there's no way to know what might have fallen into the water upstream. Bring bottled or tap water for drinking. Always start out with a full water bottle and replenish your supply from tested public systems when possible. On long trips you can find water in streams, lakes, and springs, but be sure to purify any water from the wild, no matter how clean it appears.

4. If you're backpacking for more than a day, the food situation gets a little more complicated. You can still bring cold foods for the first day, but you'll have to pack shelf-stable items for the next day. Canned goods are safe, but heavy, so plan your menu carefully. Advances in food technology have produced relatively lightweight staples that don't need refrigeration or careful packaging. For example:

==> peanut butter in plastic jars;

==> concentrated juice boxes;

==> canned tuna, ham, chicken, and beef;

==> dried noodles and soups;

==> beef jerky and other dried meats;

==> dehydrated foods;

==> dried fruits and nuts; and

==> powdered milk and fruit drinks.

5. If you're cooking meat or poultry on a portable stove or over a fire, you'll need a way to determine when it's done and safe to eat. Color is not a reliable indicator of doneness, and it can be especially tricky to tell the color of a food if you're cooking in a wooded area in the evening. It's critical to use a food thermometer when cooking hamburgers. Ground beef may be contaminated with E. coli, a particularly dangerous strain of bacteria. Illnesses have occurred even when ground beef patties were cooked until there was no visible pink. The only way to insure that ground beef patties are safely cooked is to use a food thermometer, and cook the patty until it reaches 160° F. Be sure to clean the thermometer between uses.

6. To keep foods cold, you'll need a cold source. A block of ice keeps longer than ice cubes. Before leaving home, freeze clean, empty milk cartons filled with water to make blocks of ice, or use frozen gel-packs. Fill the cooler with cold or frozen foods. Pack foods in reverse order. First foods packed should be the last foods used. (There is one exception: pack raw meat or poultry below ready-to-eat foods to prevent raw meat or poultry juices from dripping on the other foods.)

7. Camping supply stores sell biodegradable camping soap in liquid and solid forms. But use it sparingly, and keep it out of rivers, lakes, streams, and springs, as it will pollute. If you use soap to clean your pots, wash the pots at the campsite, not at the water's edge. Dump dirty water on dry ground, well away from fresh water. Some wilderness campers use baking soda to wash their utensils. Pack disposable wipes for hands and quick cleanups.

8. If you're planning to fish, check with your fish and game agency or state health department to see where you can fish safely, then follow these guidelines for Finfish:

==> Scale, gut, and clean fish as soon as they're caught.

==> Live fish can be kept on stringers or in live wells, as long as they have enough water and enough room to move and breathe.

==> Wrap fish, both whole and cleaned, in water-tight plastic and store on ice.

==> Keep 3 to 4 inches of ice on the bottom of the cooler. Alternate layers of fish and ice.

==> Store cooler out of the sun and cover with a blanket.

==> Once home, eat fresh fish within 1 to 2 days or freeze them. For top quality, use frozen fish within 3 to 6 months.

9. If using a cooler, leftover food is safe only if the cooler still has ice in it. Otherwise discard leftover food.

10. Whether in the wild or on the high seas, protect yourself and your family by washing your hands before and after handling food.

Copyright (c) Terry Nicholls. All Rights Reserved.

About The Author

Terry Nicholls is the author of the eBook "Food Safety: Protecting Your Family From Food Poisoning". For more tips like these, and to learn more about his book, visit his website at http://tinyurl.com/3fr2t
yourguides@cogeco.ca

Pulau Kecil dan Terluar Dorong Minat Investor Lokal

Posted: 30 Mar 2010 07:02 PM PDT


Pulau Kecil dan Terluar Dorong Minat Investor Lokal


Keinginan pemerintah membuka peluang investasi di 12 pulau kecil dan terluar Indonesia disambut positif pelaku usaha. Namun, sebaiknya hal itu diiringi upaya mendorong pemodal dalam negeri untuk berinvestasi.

Menurut Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gapindo) Herwindo, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah dan investor lokal dalam mengelola pulau kecil dan terluar.

Keterlibatan investor dalam negeri, kata Herwindo, lebih menjamin penyerapan tenaga kerja lokal dan kemitraan dengan masyarakat setempat. "Tanpa kerja sama dengan investor lokal atau masyarakat setempat, investasi di pulau terluar berpotensi menuai masalah," ujar Herwindo di Jakarta, Senin (29/3).

Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Kebijakan Publik, dan Fiskal Haryadi Sukamdani. Dia menegaskan, pengelolaan pulau kecil dan terluar adalah langkah tepat untuk membangkitkan perekonomian pulau dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Namun, kata Haryadi, pemerintah perlu menyosialisasikan kepada investor dalam negeri mengenai peluang investasi tersebut. Dengan demikian, investor lokal bisa menentukan langkah investasi. "Pengembangan kawasan oleh investor dalam negeri akan memudahkan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat sekitar," ujar Haryadi.

Persoalan yang kerap dihadapi investor dalam negeri dalam pengelolaan pulau kecil dan terluar, menurut Haryadi, adalah minimnya jaringan pasar. Sementara investor asing memiliki jaringan pasar yang kuat serta dapat mengemas dan menjual potensi pulau.

Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengemukakan, jika pemerintah mendorong badan usaha milik negara (BUMN) sangat dimungkinkan mengelola pulau kecil.

Tiga BUMN dan BUMD yang kini bergerak di usaha pariwisata adalah PT Hotel Indonesia Natour, Bali Tourism Development Corporation, dan PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.

Investasi di 12 pulau akan dibuka mulai tahun 2010, meliputi Pulau Nipah di Kepulauan Riau, beberapa pulau di Kepulauan Anambas di Kepulauan Riau, Banda Naira di Maluku Tengah, dan Banyuwangi di Jawa Timur.

Beberapa investor asing menyatakan minat berinvestasi. Investor asing tersebut dari Australia berminat di Banda Naira, investor asal Singapura berminat investasi di Pulau Nipah dan kepulauan Anambas, dan investor Maladewa di Banyuwangi.

Sumber : Kompas Hal 18

Lezatnya Bisnis Salai Ikan Lele

Posted: 30 Mar 2010 08:57 AM PDT


Lezatnya Bisnis Salai Ikan Lele



Salai lele buat sebagian masyarakat Indonesia mungkin masih merupakan makanan yang asing. Ketika menyebut santapan dari ikan berkumis tersebut yang terbayang biasanya pecel lele, mangut lele, ataupun gulai lele karena jenis makanan ini memang bisa dibilang sudah merakyat dan warung ataupun rumah makan yang menyediakan juga sudah menyebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Ya, salai ikan lele, mungkin lebih banyak dikenal di Sumatera Barat atau beberapa wilayah di Sumatera, karena jenis makanan yang berupa ikan lele di keringkan lewat proswes pengasapan ini memang asli dari Sumatera Barat.

Ikan salai cukup diminati, selain bergizi, rasanya juga lebih gurih dibanding ikan- ikan biasanya. Hampir semua jenis ikan dapat dibuat salai, tetapi yang paling di sukai dalah salai ikan lele.

Tak hanya lezat dan bergizi ternyata salai ikan lele memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi untuk dijadikan sebuah usaha sehingga layak jika peluang ini dikembangkan oleh masyarakat.

Salah satu pelaku usaha yang menekuni bisnis salai ikan lele diwilayah Sumatera Barat yakni Desfialti, yang sejak 1989 menggeluti usaha salai ikan dengan modal awal Rp 200.000, untuk membeli pelet (makanan ikan) 50 kg dan bibit ikan lele 1.500 ekor.

Soal harga jual ada dua macam, sali lele mentah ( packing) seberat 300 gram dengan harga Rp 30.000, dan salai siap saji (packing) seberat 200 gram harga Rp 300.000.

Dari perhitungan usaha dapat diketahui untuk 3 kg ikan basah dihasilkan 1 kg lele asap. Jika ikan lele segar 3 kg sekitar Rp 36.000 kemudian garam Rp 3.000 dan kayu bakar Rp 10.000, upah tenaga kerja Rp 10.000 serta harga jual ikan lele asap Rp 70.000 maka keuntungannya yang didapat sekitar Rp 11.000/ kg lele asap. Sebuah keuntungan yang cukup menggiurkan.

Sementara itu Zarpendi yang menekuni usaha salai lele di Pasaman Barat sejak 2005 mengungkapkan walaupun proses pengelolahannya masih secara tradisionil dan sederhana, tetapi UKM Family mampu menghasilkan sekitar 500 kg per minggunya, yang dijual Rp 75.000 /kilogram ke seluruh Sumatera Barat.

Masih Tradisional

Selama ini pembuatan salai lele masih memakai alat tradisional, hanya proses pengasapan memakai oven. Pertama- tama ikan lele disortir, kemudian dibelah sehingga berbentuk melebar, dibuang insang dan isi perutnya, lantas dicuci dan ditiriskan, diberi bumbu dan didiamkan selama 15 menit agar bumbu meresap.

Ikan lele diletakkan secara teratur di atas alat terai yang terdapat didalam oven pengasap, dilanjutkan ke proses pengasapan selama lebih kurang dua hari jam kerja dengan api kecil sampai lele kering dengan merata.

Setelah itu lele dikeluarkan dari oven dan dianginkan pada suhu kamar, setelah salai lele dingin lalu dikemas dengan menggunakan kantong plastik polythylene dan karton dupleks yang sudah dipriting.

Proses pembuatan salai lele siap saji, dan salai lele mentah sama. Bedanya untuk salai siap saji dilanjutkan ke proses penggorengan dan pemberian bumbu. Sementara untuk limbah lele yang berupa insang dan isi perut dimanfaatkan sebagai makanan ikan dengan nilai jual Rp 1.500 per kg.

Salai lele kini pasarnya tidak hanya di wilayah Sumbar saja, tetapi sudah merambah ke Pekan Baru, Jambi, Batam, Tanjung Pinang, Jakarta dan bahkan ekspor ke Malaysia dan sudah berjalan selama tiga tahun.

Meskipun peluangnya cukup prospektif namun demikian bukan berarti usaha salali ikan lele ini tidak ada kendala. Sejumlah hambatan yang sering di hadapi para pelaku usaha ini seperti keterbatasan peralatan yang tersedia (masih manual) sehingga mutu produk yang di hasilkan kurang baik terutama saat memproduksi dalam jumlah besar.

Kesulitan untuk menembus pasar Swalayan karena pembayaran secara konsinyasi bahkan walaupun produk sudah laku terjual tetapi pembayaran terlambat.

Pemasran di wilayah Padang terbatas hanya di titipkan pada toko - toko ternama Penjual makanan khas Sumatera Barat.

Keterbatasan modal untuk pengembangan produk maupun investasi, sangat sulit untuk mendapatkan kredit dengan bunga lunak dan penyiapan agunan.

Namun demikian dengan melihat potensi ikan lele yang cukup melimpah di hampir seluruh wilayah Indonesia, nampaknya usaha pengolahan ikan seperti salai ini cukup prospektif, tak hanya dikembangkan di Sumatera Barat namun juga di tanah air.



Sumber : Majalah Demersal

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.