Wednesday, March 31, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


10 Wide Open Tips For Food Safety In The Great Outdoors

Posted: 31 Mar 2010 12:37 AM PDT


10 Wide Open Tips For Food Safety In The Great Outdoors
by: Terry Nicholls


Hiking, camping, and boating are good activities for active people and families. However, if the food isn't handled correctly, food-borne illness can be an unwelcome souvenir.

1. Choose foods that are light enough to carry in a backpack and that can be transported safely. Keep foods either hot or cold. Since it's difficult to keep foods hot without a heat source, it's best to transport chilled foods. Refrigerate or freeze the food overnight. What foods to bring? For a day hike, just about anything will do as long as you can fit it in your backpack and keep it cold -- sandwiches, fried chicken, bread and cheese, and even salads -- or choose non- perishable foods.

2. Keep everything clean. Remember to bring disposable wipes if you're taking a day trip. (Water is too heavy to bring enough for cleaning dishes!)

3. It's not a good idea to depend on fresh water from a lake or stream for drinking, no matter how clean it appears. Some pathogens thrive in remote mountain lakes or streams and there's no way to know what might have fallen into the water upstream. Bring bottled or tap water for drinking. Always start out with a full water bottle and replenish your supply from tested public systems when possible. On long trips you can find water in streams, lakes, and springs, but be sure to purify any water from the wild, no matter how clean it appears.

4. If you're backpacking for more than a day, the food situation gets a little more complicated. You can still bring cold foods for the first day, but you'll have to pack shelf-stable items for the next day. Canned goods are safe, but heavy, so plan your menu carefully. Advances in food technology have produced relatively lightweight staples that don't need refrigeration or careful packaging. For example:

==> peanut butter in plastic jars;

==> concentrated juice boxes;

==> canned tuna, ham, chicken, and beef;

==> dried noodles and soups;

==> beef jerky and other dried meats;

==> dehydrated foods;

==> dried fruits and nuts; and

==> powdered milk and fruit drinks.

5. If you're cooking meat or poultry on a portable stove or over a fire, you'll need a way to determine when it's done and safe to eat. Color is not a reliable indicator of doneness, and it can be especially tricky to tell the color of a food if you're cooking in a wooded area in the evening. It's critical to use a food thermometer when cooking hamburgers. Ground beef may be contaminated with E. coli, a particularly dangerous strain of bacteria. Illnesses have occurred even when ground beef patties were cooked until there was no visible pink. The only way to insure that ground beef patties are safely cooked is to use a food thermometer, and cook the patty until it reaches 160° F. Be sure to clean the thermometer between uses.

6. To keep foods cold, you'll need a cold source. A block of ice keeps longer than ice cubes. Before leaving home, freeze clean, empty milk cartons filled with water to make blocks of ice, or use frozen gel-packs. Fill the cooler with cold or frozen foods. Pack foods in reverse order. First foods packed should be the last foods used. (There is one exception: pack raw meat or poultry below ready-to-eat foods to prevent raw meat or poultry juices from dripping on the other foods.)

7. Camping supply stores sell biodegradable camping soap in liquid and solid forms. But use it sparingly, and keep it out of rivers, lakes, streams, and springs, as it will pollute. If you use soap to clean your pots, wash the pots at the campsite, not at the water's edge. Dump dirty water on dry ground, well away from fresh water. Some wilderness campers use baking soda to wash their utensils. Pack disposable wipes for hands and quick cleanups.

8. If you're planning to fish, check with your fish and game agency or state health department to see where you can fish safely, then follow these guidelines for Finfish:

==> Scale, gut, and clean fish as soon as they're caught.

==> Live fish can be kept on stringers or in live wells, as long as they have enough water and enough room to move and breathe.

==> Wrap fish, both whole and cleaned, in water-tight plastic and store on ice.

==> Keep 3 to 4 inches of ice on the bottom of the cooler. Alternate layers of fish and ice.

==> Store cooler out of the sun and cover with a blanket.

==> Once home, eat fresh fish within 1 to 2 days or freeze them. For top quality, use frozen fish within 3 to 6 months.

9. If using a cooler, leftover food is safe only if the cooler still has ice in it. Otherwise discard leftover food.

10. Whether in the wild or on the high seas, protect yourself and your family by washing your hands before and after handling food.

Copyright (c) Terry Nicholls. All Rights Reserved.

About The Author

Terry Nicholls is the author of the eBook "Food Safety: Protecting Your Family From Food Poisoning". For more tips like these, and to learn more about his book, visit his website at http://tinyurl.com/3fr2t
yourguides@cogeco.ca

Pulau Kecil dan Terluar Dorong Minat Investor Lokal

Posted: 30 Mar 2010 07:02 PM PDT


Pulau Kecil dan Terluar Dorong Minat Investor Lokal


Keinginan pemerintah membuka peluang investasi di 12 pulau kecil dan terluar Indonesia disambut positif pelaku usaha. Namun, sebaiknya hal itu diiringi upaya mendorong pemodal dalam negeri untuk berinvestasi.

Menurut Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gapindo) Herwindo, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah dan investor lokal dalam mengelola pulau kecil dan terluar.

Keterlibatan investor dalam negeri, kata Herwindo, lebih menjamin penyerapan tenaga kerja lokal dan kemitraan dengan masyarakat setempat. "Tanpa kerja sama dengan investor lokal atau masyarakat setempat, investasi di pulau terluar berpotensi menuai masalah," ujar Herwindo di Jakarta, Senin (29/3).

Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Kebijakan Publik, dan Fiskal Haryadi Sukamdani. Dia menegaskan, pengelolaan pulau kecil dan terluar adalah langkah tepat untuk membangkitkan perekonomian pulau dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Namun, kata Haryadi, pemerintah perlu menyosialisasikan kepada investor dalam negeri mengenai peluang investasi tersebut. Dengan demikian, investor lokal bisa menentukan langkah investasi. "Pengembangan kawasan oleh investor dalam negeri akan memudahkan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat sekitar," ujar Haryadi.

Persoalan yang kerap dihadapi investor dalam negeri dalam pengelolaan pulau kecil dan terluar, menurut Haryadi, adalah minimnya jaringan pasar. Sementara investor asing memiliki jaringan pasar yang kuat serta dapat mengemas dan menjual potensi pulau.

Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengemukakan, jika pemerintah mendorong badan usaha milik negara (BUMN) sangat dimungkinkan mengelola pulau kecil.

Tiga BUMN dan BUMD yang kini bergerak di usaha pariwisata adalah PT Hotel Indonesia Natour, Bali Tourism Development Corporation, dan PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.

Investasi di 12 pulau akan dibuka mulai tahun 2010, meliputi Pulau Nipah di Kepulauan Riau, beberapa pulau di Kepulauan Anambas di Kepulauan Riau, Banda Naira di Maluku Tengah, dan Banyuwangi di Jawa Timur.

Beberapa investor asing menyatakan minat berinvestasi. Investor asing tersebut dari Australia berminat di Banda Naira, investor asal Singapura berminat investasi di Pulau Nipah dan kepulauan Anambas, dan investor Maladewa di Banyuwangi.

Sumber : Kompas Hal 18

Lezatnya Bisnis Salai Ikan Lele

Posted: 30 Mar 2010 08:57 AM PDT


Lezatnya Bisnis Salai Ikan Lele



Salai lele buat sebagian masyarakat Indonesia mungkin masih merupakan makanan yang asing. Ketika menyebut santapan dari ikan berkumis tersebut yang terbayang biasanya pecel lele, mangut lele, ataupun gulai lele karena jenis makanan ini memang bisa dibilang sudah merakyat dan warung ataupun rumah makan yang menyediakan juga sudah menyebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Ya, salai ikan lele, mungkin lebih banyak dikenal di Sumatera Barat atau beberapa wilayah di Sumatera, karena jenis makanan yang berupa ikan lele di keringkan lewat proswes pengasapan ini memang asli dari Sumatera Barat.

Ikan salai cukup diminati, selain bergizi, rasanya juga lebih gurih dibanding ikan- ikan biasanya. Hampir semua jenis ikan dapat dibuat salai, tetapi yang paling di sukai dalah salai ikan lele.

Tak hanya lezat dan bergizi ternyata salai ikan lele memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi untuk dijadikan sebuah usaha sehingga layak jika peluang ini dikembangkan oleh masyarakat.

Salah satu pelaku usaha yang menekuni bisnis salai ikan lele diwilayah Sumatera Barat yakni Desfialti, yang sejak 1989 menggeluti usaha salai ikan dengan modal awal Rp 200.000, untuk membeli pelet (makanan ikan) 50 kg dan bibit ikan lele 1.500 ekor.

Soal harga jual ada dua macam, sali lele mentah ( packing) seberat 300 gram dengan harga Rp 30.000, dan salai siap saji (packing) seberat 200 gram harga Rp 300.000.

Dari perhitungan usaha dapat diketahui untuk 3 kg ikan basah dihasilkan 1 kg lele asap. Jika ikan lele segar 3 kg sekitar Rp 36.000 kemudian garam Rp 3.000 dan kayu bakar Rp 10.000, upah tenaga kerja Rp 10.000 serta harga jual ikan lele asap Rp 70.000 maka keuntungannya yang didapat sekitar Rp 11.000/ kg lele asap. Sebuah keuntungan yang cukup menggiurkan.

Sementara itu Zarpendi yang menekuni usaha salai lele di Pasaman Barat sejak 2005 mengungkapkan walaupun proses pengelolahannya masih secara tradisionil dan sederhana, tetapi UKM Family mampu menghasilkan sekitar 500 kg per minggunya, yang dijual Rp 75.000 /kilogram ke seluruh Sumatera Barat.

Masih Tradisional

Selama ini pembuatan salai lele masih memakai alat tradisional, hanya proses pengasapan memakai oven. Pertama- tama ikan lele disortir, kemudian dibelah sehingga berbentuk melebar, dibuang insang dan isi perutnya, lantas dicuci dan ditiriskan, diberi bumbu dan didiamkan selama 15 menit agar bumbu meresap.

Ikan lele diletakkan secara teratur di atas alat terai yang terdapat didalam oven pengasap, dilanjutkan ke proses pengasapan selama lebih kurang dua hari jam kerja dengan api kecil sampai lele kering dengan merata.

Setelah itu lele dikeluarkan dari oven dan dianginkan pada suhu kamar, setelah salai lele dingin lalu dikemas dengan menggunakan kantong plastik polythylene dan karton dupleks yang sudah dipriting.

Proses pembuatan salai lele siap saji, dan salai lele mentah sama. Bedanya untuk salai siap saji dilanjutkan ke proses penggorengan dan pemberian bumbu. Sementara untuk limbah lele yang berupa insang dan isi perut dimanfaatkan sebagai makanan ikan dengan nilai jual Rp 1.500 per kg.

Salai lele kini pasarnya tidak hanya di wilayah Sumbar saja, tetapi sudah merambah ke Pekan Baru, Jambi, Batam, Tanjung Pinang, Jakarta dan bahkan ekspor ke Malaysia dan sudah berjalan selama tiga tahun.

Meskipun peluangnya cukup prospektif namun demikian bukan berarti usaha salali ikan lele ini tidak ada kendala. Sejumlah hambatan yang sering di hadapi para pelaku usaha ini seperti keterbatasan peralatan yang tersedia (masih manual) sehingga mutu produk yang di hasilkan kurang baik terutama saat memproduksi dalam jumlah besar.

Kesulitan untuk menembus pasar Swalayan karena pembayaran secara konsinyasi bahkan walaupun produk sudah laku terjual tetapi pembayaran terlambat.

Pemasran di wilayah Padang terbatas hanya di titipkan pada toko - toko ternama Penjual makanan khas Sumatera Barat.

Keterbatasan modal untuk pengembangan produk maupun investasi, sangat sulit untuk mendapatkan kredit dengan bunga lunak dan penyiapan agunan.

Namun demikian dengan melihat potensi ikan lele yang cukup melimpah di hampir seluruh wilayah Indonesia, nampaknya usaha pengolahan ikan seperti salai ini cukup prospektif, tak hanya dikembangkan di Sumatera Barat namun juga di tanah air.



Sumber : Majalah Demersal

The PetsitUSA Blog

The PetsitUSA Blog


Easter rabbits, chicks, & ducks as pets – don’t do it!

Posted: 30 Mar 2010 01:31 PM PDT

Giving pets as Easter gifts is not a good ideaIt’s almost Easter – a great time to get your kid a fluffy bunny, adorable duckling, or itty bitty baby chicken.

NOT!

While the thought of giving your child a cute little baby animal in an Easter basket may sound like a good idea, it’s not. These are living, breathing, animals we’re talking about. And, unlike the chocolate Easter bunnies that will be gone in a few days, animals are going to stick around long after the fake grass is tossed in the trash.

Sadly, while a bunny may seem like a good idea at the time, once the novelty has worn off and Easter is long forgotten, it’s likely your child will get bored and the new pet won’t get the care and attention he needs to stay healthy. The House Rabbit Society sees a huge increase in abandoned Easter rabbits. Here are a few facts they point out about pet rabbits:

  • Rabbits are not “low-maintenance” pets, and are a poor choice as a pet for children.
  • They have a lifespan of 10 years and require as much work as a dog or cat.
  • Your home must be bunny-proofed, or Thumper will chew cords and furniture.
  • Rabbits must be neutered or spayed or they will mark your house with feces and urine.
  • They should live indoors, as members of the family.

Baby chicks and ducks aren’t much different. They’re going to need care as well, and not just for a few weeks while they’re new. They require a lot of care, are messy, and can be noisy and downright annoying. Here are a few facts from Live Ducks that will hopefully change your mind about getting a pet duck, or even a chicken.

  • Ducklings are fully grown in 30 days.
  • A domestic duck lives 10 to 20 years, sometimes longer.
  • A duck dumped into a public pond or lake will likely not survive until its 1st birthday.
  • Ducks do not make good starter pets for children, they are not easy to care for.
  • Ducks can peck and pinch aggressively.
  • Ducks are extremely messy eaters and poop alot.
  • Ducks can develop health problems and cannot be treated by a standard “dog or cat” veterinarian.
  • Exotic veterinary bills are prohibitively expensive.

Bringing a new pet into your home, regardless of what type it is, includes making a commitment. If you’re not able, or willing, to say that you’ll be there to take care of that pet for it’s lifetime, please don’t bring it home. Instead, put a fluffy, cuddly, stuffed animal in your son or daughter’s Easter basket. It won’t poop, bite, smell, or need trips to the vet. It’ll always be well behaved, and it might even turn into one of their most cherished childhood toys.

Tuesday, March 30, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


Aquarium Questions - Cleaning Your Aquarium?

Posted: 30 Mar 2010 06:36 AM PDT


Aquarium Questions - Cleaning Your Aquarium?
by: Addison Ercanbrack



* Why does my aquarium stink?

When the mosses mix with the water, the water becomes dense and sticky. Mosses live through in the oxygen in the water. They excrete carbon dioxide that causes the water to become stinky.

* Why is my aquarium green?

The green colors that appear in your aquarium are mosses. They are water plants that serve as foods for the fishes. Sometimes the green pigment will mix with the water causing it to blur.

* How do I clean my aquarium?

When your aquarium already has noticeable mosses around it and already emits an unpleasant smell, it's time to clean your aquarium. Cleaning an aquarium is as easy as washing dishes in the sink. All you have to do is remove the fish in your aquarium first. Transfer them temporarily to a bowl or a pail with water. After transferring the fish into the bowl remove and discard the stinky water in your aquarium. Remove all other equipment in your aquarium including rocks and accessories.

Wipe your aquarium with a smooth surface sponge so that the glass will not be scratched. You may use other glass cleaning substances but be sure to rinse the glass thoroughly before putting the fish back in. The substances you have used may contaminate your pets and can damage their skin. If you use tap water to refill your tank, be sure to treat it first with a chorine neutralizer. Again, the chlorine in tap water can damage fish and frog's skin.

* What cleaning supplies do I need for my aquarium?

Cleaning your aquarium does not need complicated tools, supplies and processes. All you need are smooth-surface sponges, a small amount of glass cleaner and water. A small brush may also be used to clean your aquarium accessories. Soap may also be ideal to use instead of glass cleaner. Just be sure that whatever substance you use you clean thoroughly. As mentioned above, the cleaners may contaminate and damage your pet. So, be sure to rinse the aquarium well.

* What do I do with the fish when I clean my aquarium?

In cleaning your aquarium, you have to transfer your fish into a bowl with water that has been treated in advance with a chlorine neutralizer. Use a net to transfer fish to avoid accidents. Catch the fish and slowly transfer them into the bowl of treated water.

About The Author
Addison Ercanbrack is a regular contributor to aquarium and fish-related resources such as http://www.AquariumsTips.com.

Optimistis Menjadi Produsen Perikanan Terbesar di Dunia

Posted: 29 Mar 2010 09:28 PM PDT


Optimistis Menjadi Produsen Perikanan Terbesar di Dunia


Potensi Indonesia yang sangat besar dalam bidang perikanan, baik dari sumber daya alam, luas lahan dan iklim yang kondusif, penguasaan teknologi, serta ketersediaan sumber daya manusianya, membuat ada optimisme kita bisa menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Pasarnya pun masih terbuka lebar. Untuk itu, diperlukan upaya keras dan berbagai terobosan untuk menanggapi yang terbesar tersebut.
Target ini akan tercapai jika ada keseriusan dari Kementerian Kelaputan dan Perikanan (KKP) dan dukungan semua sektor, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, kalangan perbankan, dan lembaga-lembaga riset. Mampukah Indonesia mencapai produsen perikanan terbesar menjadi tema tulisan laporan khusus kali ini yang dibuat wartawan SP, Sumedi TP.

SP/YC Kurniantoro
Pekerja memanen ikan patin di Instalasi Budidaya Ikan Lahan Gambut Pulang Pisau di Desa Garung, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Seekor ikan patin di tempat itu dapat mencapai berat 3 kilogram dan dijual kepada warga sekitar dengan harga Rp 11.000 per kilogram. Lokasi tersebut akan dijadikan sentra penellitian dan pengembangan ikan di lahan gambut se-Indonesia.

Indonesia mempunyai target fantastis, menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombaknya. Produksi perikanan budidaya akan ditingkatkan menjadi 16,89 juta ton pada 2014 atau naik 353% dibandingkan produksi tahun 2009 sebesar 4,78 juta ton.
Terget ambisius Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad bukannya tanpa alasan. Dia melihat potensi yang sangat besar, baik dari sumber daya alam, luas lahan dan iklim yang kondusif, penguasaan teknologi, serta ketersediaan sumber daya manusianya. Pasarnya pun masih terbuka lebar. Untuk itu, diperlukan upaya keras dan berbagai terobosan.
Target ini akan tercapai jika ada keseriusan dari KKP sendiri dan dukungan semua sektor, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, kalangan perbankan, dan lembaga-lembaga riset. Petambak, misalnya, memerlukan modal, dukungan infrastruktur, keterampilan manajemen, dan teknologi modern.
Menurut Fadel, Thailand, Filipina, dan Vietnam bisa merajai sektor perikanan internasional karena ada dukungan penuh dari sektor-sektor terkait. Padahal, luas lahan untuk budidaya perikanan di negara-negara itu jauh lebih kecil dari Indonesia, juga jumlah pembudidayanya. Di subsektor perikanan tangkap pun seharusnya kita jauh lebih unggul karena memiliki perairan yang sangat luas.
Indonesia memiliki sungai-sungai yang panjang dan besar, juga danau dan lahan basah yang sangat luas. Tenaga kerja pun berlimpah yang dalam waktu singkat dapat dididik dan dilatih serta diberi modal untuk berusaha di bidang perikanan. Jaringan distribusi harus dibangun, juga tempat penyimpanan yang terpadu, terutama mesin pendingin (cold starage) statis dan bisa berpindah, serta jaminan pasar.
Untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja masih kewalahan, apalagi menjawab pasar internasional yang trennya terus meningkat. Di negara-negara maju, makan ikan sudah menjadi keharusan karena faktor pentingnya menjaga kesehatan. Jepang menjadi bangsa yang sehat dan cerdas karena budaya makan ikan setiap hari, dengan variasi menu yang kaya, bahkan dalam keadaan mentah yang segar.
Fadel yakin, target produksi perikanan yang dicanangkan secara nasional akan mendorong perikanan dilihat sebagai sumber ekonomi baru nasonal. Untuk mendukung itu, balai pembenihan dan budidaya ikan serta pusat-pusat pelatihan sudah dibangun di banyak daerah. Walaupun dinilai masih kurang dibandingkan potensinya, fasilitas itu harus dimanfaatankan secara maksimal.

Balai Layanan Usaha
Dirjen Perikanan Budidaya Made L Nurdjana mengemukakan, KKP memiliki 13 balai layanan usaha (BLU) budidaya perikanan di 13 wilayah. Siapa pun bisa belajar budi daya ikan di balai tersebut. Salah satu yang terbaik dan menjadi percontohan adalah BLU Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Jawa Barat. Balai seluas 350 hektare ini memiliki asrama yang dapat menampung sekitar 100 orang untuk belajar usaha budidaya perikanan.
Di BLU Karawang, terbentang 337 kolam tambak udang, bandeng, nila, patin, lele, dan sidat. Balai ini juga memproduksi berbagai benih ikan, belut, kerang, dan rumput laut. Pihak swasta dan masyarakat sekitar dilibatkan dalam usaha budidaya dengan pola inti-plasma. Ikan sidat yang mirip belut berukuran besar menjadi primadona, harganya cukup tinggi dan dipesan banyak negera.
Harga sidat di pasar internasional sekitar Rp 55.000 per kg. Sedangkan harga fillet sidat mencapai Rp 100.000 per ekor. Ikan yang mengandung protein tinggi ini diekspor ke Jepang, Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Sedangkan masalah yang dihadapi BLU Karawang dan BLU lainnya adalah kurangnya cold storage. Selain itu, perlu dukungan infrastruktur jalan dan transportasi darat dan udara yang lancar.
Kepala BLU Karawang Made Suitha mengungkapkan, masih terbuka bagi pihak swasta untuk menyewah sekitar 150 ha di BLU ini. Sekitar 60 ha lahan produktif telah dimanfaatkan swasta melalui pola kerja sama operasional. Biaya sewa lahan dipatok Rp 2,5 juta per ha setiap tahun selama 2-3 tahun. Selanjutnya, pihak swasta diharapkan mandiri dan mengadopsi teknologi untuk membangun tambak sendiri.
Made Nurdjana menegaskan, peningkatan produksi perikanan budidaya memang tidak diarahkan pada semua komoditas, melainkan ditekankan pada beberapa yang potensial. Komoditas budidaya yang sudah kelihatan unggul produksinya adalah rumput laut, lele, patin, bandeng, dan kerapu. Komoditas strategis yang potensial, seperti udang, nila, mutiara, dan ikan hias juga terus dikembangkan.

Kawasan Minapolitan
Menurut Made Nurdjana, pihaknya bersama pemerintah daerah dan masyarakat akan memacu produksi perikanan budidaya melalui tiga target pembangunan. Pertama, seluruh potensi perikanan budidaya menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. Swasta terus didorong, juga bagaimana menekan harga pakan ikan serendah mungkin.
Kedua, seluruh sentra produksi perikanan budidaya memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu yang terjamin.
Ketiga, sarana dan prasarana perikanan budidaya mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi di dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
Lompatan produksi budidaya bukanlah hal mustahil untuk dapat dilaksanakan.
Untuk merealisasikan target tersebut, setidaknya diperlukan adanya tambahan kebutuhan modal kerja yang setiap tahunnya meningkat, yaitu dari kebutuhan tambahan modal kerja tahun 2009 sebesar Rp 5,33 triliun naik menjadi Rp 12,68 triliun pada 2014, atau tumbuh 20% per tahun.
Untuk mencapai target itu, Ditjen Perikanan Budidaya menempuh tiga pendekatan. Pertama, memfokuskan arah kegiatan APBN Ditjen Perikanan Budidaya.
Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan kredit program. Ketiga, menciptakan iklim usaha yang mampu memacu pokdakan untuk melakukan ekspansi usaha dengan menggunakan fasilitas kredit komersial, terutama untuk komoditas udang vaname, ikan kerapu, kakap putih, nila, dan patin di keramba jaring apung.

Sumber : Suara Pembaruan Hal 13

Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia)

Posted: 29 Mar 2010 09:04 AM PDT


Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia)


NILA BEST - Seorang pembudidaya nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) di Lido menunjukkan salah satu hasil tangkapannya. Budidaya nila BEST di Lido terancam kerusakan lingkungan oleh limbah.

Melihat situasi terkini di Danau Lido sungguh miris. Dari sisi jalan raya, tampak menghampar keramba jaring apung (KJA) yang menjejali kawasan perairan umum seluas 16 hektare (ha). KJA itu tumbuh bagai jamur di musim penghujan.

Secara kasat mata, sekitar separo dari luas Danau Lido dimanfaatkan untuk KJA. Menuju ke bagian hulu, berdiri bangunan hotel berbintang yang ikut memanfaatkan kawasan danau. Akibatnya, Danau Lido kian menyusut.

Padahal tadinya luas kawasan itu mencapai 21 ha. Menurut Sidiasih, peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) yang kerap melakukan riset di situ, hotel tersebut kerap membuang limbah cairnya ke danau tersebut. Bukan hanya itu, sebuah restoran yang menyajikan menu berbagai ikan air tawar juga semakin menambah beban danau tersebut. Bukan apa-apa, restoran terapung itu cukup luas menempati di sisi barat danau.

Kondisi ini tentu saja sangat rentan. Pengalaman menunjukkan, tidak sedikit kerugian pembudidaya ikan ketika terjadi up welling. Ikanikan peliharaan mereka tiba-tiba mati mengenaskan. Memang tidak semua ikan di KJA tewas. Justru di KJA tertua di Danau Lido tetap aman-aman saja. Ikanikan di KJA yang dikelola BRPBAT itu tetap lincah berenang dan terus tumbuh dewasa.


"Ini terjadi karena kami sedang membudidayakan ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) yang terbukti tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrem," ujar Rudhy Gustiano PhD, Kepala BRPBAT. Dalam banyak hal, nila BEST lebih unggul dibandingkan dengan ikanikan nila yang dikembangkan masyarakat. Ikan varietas baru yang dikembangkan Rudhy dan koleganya itu memiliki pertumbuhan sekitar dua kali lebih cepat daripada ikan-ikan nila lainnya.

"Ikan ini tumbuh lebih cepat 15 hari dibandingkan dengan nila lainnya," ungkap Rudhy. Selain itu, nila BEST juga mampu bertelur dan beranak 3-5 kali lebih banyak ketimbang ikan-ikan nila lainnya.

Ukuran telur dan larvanya juga relatif lebih besar. Tingkat hidupnya (survival rate) di atas 90 persen. Keberhasilan Rudhy merekayasa nila BEST ini telah menghantarkan dirinya untuk menerima penghargaan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad baru-baru ini.

Lebih dari itu, berdasarkan hasil uji coba di perairan umum di berbagai pulau (Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi), nila BEST ini terbukti lebih menguntungkan. Danau Lido bukan hanya menjadi ajang uji coba nila BEST semata.

Sebelumnya, beberapa ikan varietas unggul juga pernah dicobakan di sana seperti nilai GIFT, nila merah (asal Th ailand), patin siam, gurame, dan lain-lain. Kini, para pembudidaya ikan air tawar di seluruh Indonesia telah banyak menikmati hasilnya. Namun di balik kisah sukses itu, ekosistem Danau Lido malah kian terpuruk akibat beban yang semakin berat.

Sumber : Koran Jakarta Hal 20

28 Kabupaten Jadi Sentra Minapolitan

Posted: 29 Mar 2010 08:58 AM PDT


28 Kabupaten Jadi Sentra Minapolitan


Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip, integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.

Oleh karena itu. sebagai program lima tahun kedepan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membangun kawasan minapolitan (kawasan produksi kelautan dan perikanan yang terintegrasi) di 28 kabupaten sebagai pilot project untuk meningkatkan produksi perikanan di Indonesia."Pada tahap awal akan dibangun di 28 kabupaten, dan nanti apabila proyek itu berhasil, pembangunannya akan diperluas ke daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia." kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad pada Seminar "Membangun Minapolitan Berbasis Masyarakat" di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), di Bogor, kemarin.

Program untuk membuat kawasan minapolitan di 28 kabupaten itu direncanakan akan didanai melalui anggaran APBN-Perubahan 2010, yang saat ini pembahasannya masih dalam pembahasan di DPR.Setelah anggarannya ditetapkan dan ke luar, baru akan kami akan menentukan daerah-daerah untuk lokasi pembangunan minapolilan itu." ucap Fadel.Ia menjelaskan, sudah banyak daerah yang mengajukan surat ke KKP dan meminta agar daerahnya menjadi lokasi pembangunan kawasan minapolitan.

Tahap pertama, pihaknya memilih dulu beberapa daerah yang akan dibangun kawasan minapolitan. baru setelah berhasil akan dibuat replikasinya."Kalau dibuat sekaligus nanti takut kacau pelaksanaannya, apalagi kawasan minapolitan itu masih dalam konsep awal," katanya.Pembentukan kawasan minapolitan itu dimaksudkan untuk meningkatkan produksi ikan dengan harga ikan yang murah dan terjangkau masyarakat.Menurutnya, sekitar 60 persen harga ikan sangat dipengaruhi oleh pakan ikan. Pakan ikan memengaruhi harga ikan menjadi mahal atau murah.Harga ikan saat ini berkisar antara Rp9.000-Rpl 1.000 per kg. Agar harga ikan lebih murah, maka perlu membuat industri pakan ikan yang dikelola oleh masyarakat pembudidaya ikan itu sendiri.

Beberapa perguruan tinggi, termasuk IPB. sudah melakukan penelitian mengenai pakan ikan ini. Kami sudah meminta beberapa perguruan tinggi sebagai pilot project dalam memroduksi pakan ikan yang harganya bisa lebih murah dan terjangkau rakyat, dengan harga sekitar Rp 2.000 per kg." kata Fadel.Kiti.iti pembuat pakan ikan murah tersebut dibuat dari ampas kelapa sawit. Setelah melalui proses tertentu, bahan pakan itu akan melahirkan makhluk hidup serupa serangga, yang kamudian disebut maggot. Pilol project ini sudah dibuat di daerah Depok. Jawa Barat.

Bahkan, pihaknya akan membuat 4.000 unit patan Ikan. Bisnis seperti ini akan dirintis di beberapa desa. Dengan demikian, warga desa atan membuat sendiri patan Ikannya. Mengenai dana, seluruhnya akan disiapkan pemerintah.Rektor IPB Herry Suhardl-yanto menambahkan, kawasan minapolitan tidak bsa hanya diselenggarakan oleh satu kementerian saja. Tetapi harus ada kerja sama dengan kementerian lain, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan didukung pemerintah daerah dan talangan swasta.



Sumber : Pelita Hal : 2

USAHA PEMBENIHAN IKAN

Posted: 29 Mar 2010 07:42 AM PDT


USAHA PEMBENIHAN IKAN

Kegiatan usaha pembenihan ikan ini sekarang banyak diminati orang karena tingkat perputaran uang pada usaha pembenihan ini relatif cepat, tidak seperti usaha pembesaran ikan ataupun usaha penyediaan sarana dan prasarana perikanan seperti alat, perlengkapan dan pakan.

Usaha pembenihan ini kini sudah menjadi sub sistem usaha tersendiri di bidang budidaya perikanan. Kegiatan Usaha pembenihan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat yaitu 1 - 3 bulan saja. Dengan waktu yang relatif singkat ini maka modal usaha yang ditanam akan lebih cepat kembali, kemudian seterusnya para pembenihan tinggal meraup keuntungan.

kegiatan usaha pembenihan ini akan banyak menyerap tenaga kerja, yang kemudian akan memberikan peluang terhadap percepatan perkembangan industri budidaya perikanan. Di dalam kegiatan budidaya perikanan, kegiatan pembenihan ini merupakan kegiatan pokok dan boleh dikatakan sebagai kunci keberhasilan dari kegiatan yang lainnya. Apabila kegiatan usaha pembenihan ini tidak berjalan maka kegiatan budidaya lainnya tidak akan berjalan.

Monday, March 29, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


red tilapia

Posted: 28 Mar 2010 08:41 AM PDT




Known as Taiwan red tilapia or hybrid between 0. homorum with 0. mossombicus named florida red tilapia fish. Some suspect that the red tilapia is a mutant of the fish mujair. These fish into Indonesia in 1981 from the Philippines and in 1989 from Thailand.



Red tilapia cultivation has developed in some areas, even the production has been exported to Europe and the United States. White flesh and thick. It felt good, like red snapper. In some European countries, meat red tilapia utilized as a substitute for red snapper meat.


In cultivation, red tilapia fish have an advantage among others) of red tilapia fish response to artificial feed, 2) rapid growth, 3) can live in conditions of high density, 4) value of the ratio between feed consumption and the resulting meat is lower, 5) resistant to disease and water environment is inadequate, 6) sense of the meat tasty and much-loved community.


A. Systematics
Family: Chiclidae
Species: Oreochromis-niloticus
Trade names: red tilapia
Local Name: snapper merapi, mujarah


B. Darts characteristics Aspects Biology

1. Physical characteristics
Fish body rather round and flat. The mouth is situated at the end of the head (terminal). Rib line (linea lateralis) cut in half and lay lengthwise starting from the pectoral fin. Number of scales rib line as much as 34 units. Plain reddish body color or black-spotted, spots, and often colored albino (albino).



2. Growth and development
Red tilapia breed and are rapidly growing. In addition, these fish have a high tolerance for salinity changes until 30 promil. First maturity is reached at age 4-6 months with a weight of 100-250 g. These fish can breed 6-7 times / year.


A mother can produce as many eggs from 1000 to 1500 grains. When spawning the male fish will make a nest and guard it. The fertilized egg incubated by the female parent in the mouth. Guarding by females was continued until a week after the eggs are hatched.


Karamba in the floating net fish can reach sizes over 250 g in 4 months from the initial weight of about 20 g. male fish grow faster and larger than females.



C. Cultivation Site Selection

as belonging eurihalin fish, red tilapia fish can be cultivated in freshwater, brackish, and sea. However, in waters with high salinity (> 29 ppt) of this fish is still growing well, but can not breed. Red tilapia can grow well in temperate aquatic environment between 27-33 degrees Celsius; dissolved oxygen levels> 3 mg / l; a pH 7-8,3; alkalinity 90 to 190 mg / l; hardness 62-79 mg CaCO 3, the speed current 10-2o cm / dt, the brightness of> 3 m, and the depth of water 10-20 M.



D. Container Cultivation
Raft as the Karamba (where the fish in a lake or dam in the form of nets) can be made of wood, stainless steel pipe, or bamboo. Buoy plastic drum volume of 200 liters. KJA unit for measuring 5 m x 5 m,

requires 8-9 Buoy karamaba made from net material of polyethylene. Net eye size depending on the size of fish that will be maintained. In every corner of Karamba should be weighted by a stone or cast concrete weighing 2-5 kg. Anchor required to maintain the functioning of the raft drifted to avoid. Anchor can be made from metal, wood, and cement castings.


E. Cultivation Management

1. Provision of seeds
Seeding of red tilapia is generally directed to produce female seeds mixed male. Given the male fish have a larger size and speed of faster growth, many farmers led to the cultivation of red tilapia males. Therefore, the cultivation of fisheries experts have sought to create a red tilapia seeding technology with the use of male hormones 60 mg of mixed metiltestosteron
into 1 kg of feed larvae. Sex over the process lasts for 28 days



Transporting seeds should be done with an open system if it takes less than 4 hours. In the meantime, if more than 4 hours, transportation can be done with a closed system using a plastic bag which added oxygen.


2. Spreading
Spreading the seeds performed in the morning or late afternoon so the air condition is not too hot. Before stocking, be aware of water quality conditions. If the water quality of different transportation with locations of water quality cultivation, adaptation needs to be done slowly, especially for salinity and temperature. Solid optimal stocking to be applied is 500 ekor/m3 with initial weights 15-20 g of seeds per head and 3-month maintenance time for single-sex culture systems (males only).


3. Feeding
At the time this young fish-eating plankton, both vegetable and animal plankton. Adult red tilapia fish started to eat detritus and algae are also common threads. In addition to be herbivore, omnivore fish that can be given artificial feed (pellets). These fish response, the artificial feed (pellets), either sunk or floating pellets. Artificial feed is given pellets with 26-28% protein content as much as 3% of body weight per day. Frequency of administration 3 times a day, ie morning, noon and night.


F. Controlling Pests and Diseases
To know which way the disease and its prevention, diagnosis required symptoms. Symptoms of the disease for red tilapia fish cultivated can be observed by following signs tent.


a) Symptoms of skin disease
- Color red in certain parts.
- Skin changes color became more pale.
- The body slimy.


Control
1) Soaking the fish in a solution of PK (potassium permanganate) for 30-60 minutes at a dose of 2 g/10 l of water. Treatment done over 3 days later.

2) Soaking the fish with Negovon (potassium permanganate) for 3 minutes with a dose of 2-3,5%.


b) disease in the gills
Symptoms
- Close the swollen gills.
- Sheet gills pale / white.

Control
- How to control the same as skin diseases.


c) Diseases of the organs in the phenomenon
- The fish's stomach was swollen.
- Scales up.
- Fish is not nimble.
Control
- How to control the same as skin diseases.


The general things can be done to prevent diseases in the cultivation of red tilapia fish in the KJA is as follows.

1. Avoid over-stocking of fish exceeds capacity.
2. Give grazing, both quality and quantity.
3. Avoid the use of feed that is moldy.


G. Harvest
Red tilapia fish are maintained by stocking compact 500 ekor/m3 can be harvested after 3 months. Production and 85 kg/m3 Survival rate 85%. Harvesting fish in the KJA easy to do. Harvesting systems can be either total or selective depending on the needs.
Harvesting should be done carefully to prevent injury due to friction or other fish fin puncture. How to harvest is the basis Karamba slowly lifted. However, one side of the Karamba must remain in the water allowing fish gathered WAY. After that, the fish that have been collected and selected side karamba arrested using seser slowly.

source: Penebar Swadaya, 2008

Telur ikan gurame

Posted: 28 Mar 2010 08:56 AM PDT





telur ikan gurame

telur ikan gurame yang telah menetas, benih ikan gurame ini berumur 3 hari, benih ikan gurame yang masih mempunyai kuning telur belum perlu diberi makanan. Makanan diberikan pada benih ikan gurame ketika telah habis kuning telur, kuning telur
akan habis ketika umur benih mencapai 12-16 hari.
pakan yang diberikan pada waktu benih telah habis kuning telurnya yaitu berupa pakan alami yaitu seperti Daphnia, cacing sutra.
pelet tepung sebagai pakan buatan juga bisa diberikan pada benih ikan gurame, tetapi menurut pengalaman bahwa pemberian pakan
berupa pelet tepung tingkat keberhasilannya kurang bagus,
lebih baik benih ikan gurame diberikan pakan alami yaitu seperti cacing sutra. Kandungan giji pada pakan alami cocok diberikan
pada benih ikan yang masih kecil. Pakan buatan berupa pelet tepung diberikan apabila benih ikan gurame telah mencapai ukuran 2 cm.

tempat penetasan telur gurame bisa menggunakan akuarium, baskom, bak tembok, bak terpal, bak plastik. Kita bisa memilih salah satu atau beberapa tempat penetasan ini, yang penting dalam hal penetasan telur faktor yang perlu diperhatikan yaitu dari segi kualitas airnya. Kita bisa menggunakan aerator untuk mensuplai oksigen pada benih ikan, dan bila perlu untuk mempertahankan kestabilan suhu kita bisa menggunakan alat bantu pemanas air yaitu heater.

http://hobiikan.blogspot.com/