Saturday, April 3, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


Mengintip hilir rumput laut

Posted: 03 Apr 2010 04:54 AM PDT


Mengintip hilir rumput laut

Kebijakan buka tutup ekspor menjamin pasokan bahan baku
Rumput laut menjadi komoditas utama pemacu peningkatan hasil laut. Namun sejauh ini, peran Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang komiditas itu. Sementara, nilai tambah industri berbasis rumput laut yang dinikmati di dalam negeri masih jauh panggang dari api. Setidaknya sekitar 20 unit pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri pun belum beroperasi optimal karena alasan bahan baku.

Itu mengapa Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang karena bahan baku rumput laut lebih banyak mengalir ke negara lain, seperti China dan Filipina. Nilai tambah produk olahannya pun lebih banyak dinikmati negara lain dan masuk ke Indonesia sebagai barang konsumsi impor. Ironis!

Tidak berlebihan jika pemerin-, tah berencana menerapkan kebijakan buka tutup ekspor rumput laut pada 2012 untuk mengoptimalkan suplai bahan baku komoditas ini ke industri hilir di dalam negeri. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw menuturkan lima unit pabrik pengolahan rumput laut ini akan berdiri di Semarang, Surakarta, Maumere, Pulau Seram Barat, dan Sulawesi Tenggara.

"Lima industri pengolahan ini diperkirakan akan menyerap 300 ton hingga 500 ton per bulan rumput laut kering. Investasi setiap pabrik diperkirakan mencapai Rp30 miliar hingga RpSO miliar," ujarnya kemarin. Menurut dia, upaya ini untuk membuka industri pengolahan rumput laut ini sebagai persiapan rencana diberlakukannya sistem buka tutup untuk ekspor rumput laut.

Victor menyatakan saat ini 85% impor produk rumput laut dikirimkan ke China, Filipina, dan Malaysia, sementara sisanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retrau-bun menyatakan Indonesia membutuhkan investasi baru hingga Rpl triliun dalam 5 tahun ke depan untuk membangun industri pengolahan rumput laut.

"Selama puluhan tahun Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 600.000 ton rumput laut kering per tahun atau setara dengan 50% produksi dunia yang mencapai 1,2 juta ton pertahun."

Namun demikian, keluhnya, sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah rendah.

"Struktur industri rumput laut di dalam negeri masih kosong. Dibutuhkan investasi Rp600 mi-liar-Rpl triliun untuk mengembangkan industri pengolahannya. Padahal, potensi bahan baku kita ini besar dan hampir seluruhnya diekspor."

Banyak kendala

Victor megakui banyak kendala yang dirasakan oleh industri pengolahan rumput laut ini. Setidaknya sekitar 20 industri pengolahan tidak semua utilisasinya maksimal. Hal itu disebabkan oleh pengusaha enggan untuk mencadangkan bahan baku rumput laut.

Pengusaha merasa bisa mendapatkan rumput laut kapan saja dengan demikian mereka tidak pernah memenuhi gudang dengan maksimal. Selain itu, katanya, banyak pedagang yang membeli rumput laut dari petani dan bersaing dengan industri pengolahan rumput laut ini.

"Jadi ketika pedagang ini memberikan harga yang lebih besar dibandingkan industri dengan selisih yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, petani condong menjual pada harga beli yang lebih tinggi," katanya. Menurut Victor, industri memang tidak dapat memberikan harga yang terlalu tinggi karena sudah berinvestasi pada pola kemitraan dan pembinaan masyarakat lokal.

Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mendorong agar industri dapat mengembangkan pola kemitraan dengan petani. Dengan demikian, katanya, aksi beli rumput laut secara on the spot dapat berubah menjadi kontrak yang jangka panjang.

Di sisi lain, katanya, hal ini .ikan mengikat petani agar tidak menjual rumput laut ke pedagang lain. Menyoal keterlibatan perbankan, Alex optimistis potensi bisnis rumput laut ini lambat laun akan dilirik perbankan sehingga masalah pendanaan bagi sektor ini dapat dicarikan jalan keluarnya.

"Industri ini bahkan telah dimasukkan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pionir untuk mendapatkan fasilitas pajak," tegasnya. Rumput laut, ujarnya, merupakan komoditas yang dapat berkembang subur di perairan Indonesia. Dengan masa tanam yang relatif singkat yakni hanya 45 hari, komoditas ini justru bisa dijual dengan harga relatif tinggi yakni sekitar Rp7.000-Rp 10.000 per kg.

Di dalam rancangan cetak biru industri rumput laut nasional, lanjut Alex, Kemenperin akan mendongkrak produksi rumput laut hingga 389% dari 2,57 juta ton menjadi 10 juta ton pada 2014. Yang terpenting sebenarnya adalah koordinasi dua instansi ini, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini, dua instansi ini masih memiliki kebijakan yang tumpang-tindih untuk mengembangkan rumput laut.

Jika rumput laut memang layak dijadikan komoditas ung-gulanjebih baik pemerintah segera mengambil komitmen nasional. Mengandalkan Kemenperin atau KKP saja, rumput laut hanya akan berhenti dijual kering seperti selama ini. (dieno.lestari@-bisnts.co. id/aprikn. hemanda@bisnis. co.id)Mengintip hilir rumput laut

Kebijakan buka tutup ekspor menjamin pasokan bahan baku

OLEH DIENA LESTARI
&
APRIKA R. HERNANDA

Bisnis Indonesia

Rumput laut menjadi komoditas utama pemacu peningkatan hasil laut. Namun sejauh ini, peran Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang komiditas itu. Sementara, nilai tambah industri berbasis rumput laut yang dinikmati di dalam negeri masih jauh panggang dari api. Setidaknya sekitar 20 unit pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri pun belum beroperasi optimal karena alasan bahan baku.

Itu mengapa Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang karena bahan baku rumput laut lebih banyak mengalir ke negara lain, seperti China dan Filipina. Nilai tambah produk olahannya pun lebih banyak dinikmati negara lain dan masuk ke Indonesia sebagai barang konsumsi impor. Ironis!

Tidak berlebihan jika pemerin-, tah berencana menerapkan kebijakan buka tutup ekspor rumput laut pada 2012 untuk mengoptimalkan suplai bahan baku komoditas ini ke industri hilir di dalam negeri. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw menuturkan lima unit pabrik pengolahan rumput laut ini akan berdiri di Semarang, Surakarta, Maumere, Pulau Seram Barat, dan Sulawesi Tenggara.

"Lima industri pengolahan ini diperkirakan akan menyerap 300 ton hingga 500 ton per bulan rumput laut kering. Investasi setiap pabrik diperkirakan mencapai Rp30 miliar hingga RpSO miliar," ujarnya kemarin. Menurut dia, upaya ini untuk membuka industri pengolahan rumput laut ini sebagai persiapan rencana diberlakukannya sistem buka tutup untuk ekspor rumput laut.

Victor menyatakan saat ini 85% impor produk rumput laut dikirimkan ke China, Filipina, dan Malaysia, sementara sisanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retrau-bun menyatakan Indonesia membutuhkan investasi baru hingga Rpl triliun dalam 5 tahun ke depan untuk membangun industri pengolahan rumput laut.

"Selama puluhan tahun Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 600.000 ton rumput laut kering per tahun atau setara dengan 50% produksi dunia yang mencapai 1,2 juta ton pertahun."

Namun demikian, keluhnya, sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah rendah.

"Struktur industri rumput laut di dalam negeri masih kosong. Dibutuhkan investasi Rp600 mi-liar-Rpl triliun untuk mengembangkan industri pengolahannya. Padahal, potensi bahan baku kita ini besar dan hampir seluruhnya diekspor."

Banyak kendala

Victor megakui banyak kendala yang dirasakan oleh industri pengolahan rumput laut ini. Setidaknya sekitar 20 industri pengolahan tidak semua utilisasinya maksimal. Hal itu disebabkan oleh pengusaha enggan untuk mencadangkan bahan baku rumput laut.

Pengusaha merasa bisa mendapatkan rumput laut kapan saja dengan demikian mereka tidak pernah memenuhi gudang dengan maksimal. Selain itu, katanya, banyak pedagang yang membeli rumput laut dari petani dan bersaing dengan industri pengolahan rumput laut ini.

"Jadi ketika pedagang ini memberikan harga yang lebih besar dibandingkan industri dengan selisih yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, petani condong menjual pada harga beli yang lebih tinggi," katanya. Menurut Victor, industri memang tidak dapat memberikan harga yang terlalu tinggi karena sudah berinvestasi pada pola kemitraan dan pembinaan masyarakat lokal.

Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mendorong agar industri dapat mengembangkan pola kemitraan dengan petani. Dengan demikian, katanya, aksi beli rumput laut secara on the spot dapat berubah menjadi kontrak yang jangka panjang.

Di sisi lain, katanya, hal ini .ikan mengikat petani agar tidak menjual rumput laut ke pedagang lain. Menyoal keterlibatan perbankan, Alex optimistis potensi bisnis rumput laut ini lambat laun akan dilirik perbankan sehingga masalah pendanaan bagi sektor ini dapat dicarikan jalan keluarnya.

"Industri ini bahkan telah dimasukkan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pionir untuk mendapatkan fasilitas pajak," tegasnya. Rumput laut, ujarnya, merupakan komoditas yang dapat berkembang subur di perairan Indonesia. Dengan masa tanam yang relatif singkat yakni hanya 45 hari, komoditas ini justru bisa dijual dengan harga relatif tinggi yakni sekitar Rp7.000-Rp 10.000 per kg.

Di dalam rancangan cetak biru industri rumput laut nasional, lanjut Alex, Kemenperin akan mendongkrak produksi rumput laut hingga 389% dari 2,57 juta ton menjadi 10 juta ton pada 2014. Yang terpenting sebenarnya adalah koordinasi dua instansi ini, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini, dua instansi ini masih memiliki kebijakan yang tumpang-tindih untuk mengembangkan rumput laut.

Jika rumput laut memang layak dijadikan komoditas ung-gulanjebih baik pemerintah segera mengambil komitmen nasional. Mengandalkan Kemenperin atau KKP saja, rumput laut hanya akan berhenti dijual kering seperti selama ini.



Sumber : Bisnis Indonesia Hal :i7

Indoor Ponds Keep Plants and Fish Healthy During Winter Months

Posted: 03 Apr 2010 01:12 AM PDT


Indoor Ponds Keep Plants and Fish Healthy During Winter Months
by: Rob Bernabe


If you've never seen an indoor fish pond or are of the mind that the only place for a fishpond is outdoors, it's time to readjust your thinking. Many people love the idea of having a goldfish or Koi pond in their lawn and garden area but find the reality isn't always as wonderful as the fantasy.

Every winter runs the risk of losing the plant and fish life in your pond with the first freeze. As a result, more and more people are coming up with a method for bringing the outdoors, in and forming your very own pond indoors is a beautiful alternative to a tired old aquarium. While an indoor pond doesn't have to be beautiful in order to be functional, you can choose to make it a focal point and conversation piece quite easily.

A fairly simple and inexpensive way to craft an indoor pond this winter season is by using interlocking landscaping blocks to form a basic outline, and place a pre molded plastic pond liner (to avoid leaks), and other landscaping items such as rocks, plants, and soil in order to fill in the gaps. Others have even used a plastic kiddie pool for the fish and disguised the pool by hiding it with bricks or landscaping rocks.

The main purpose of indoor ponds is to protect your fish and plant life from the extreme winter weather conditions. It is quite easy to move the fish and plants from one pond to another. Be sure to keep the indoor pond regulated for temperature and water freshness by using proper equipment. Taking these precautions should keep your Koi fish and your plants healthy throughout the harsher winter months.

About The Author
Rob Bernabe invites you to http://www.artificialgardens.com, your water gardening center. Here we provide tips on water fountain and waterfall ideas. For additional information on related Koi ponds, check out http://www.artificialgardens.com/Building-Koi-Ponds-Can-Create-A-Beautiful-Relaxing-Atmosphere.html on benefits of building Koi ponds.

Business delicious smoked Catfish

Posted: 03 Apr 2010 01:05 AM PDT


Business delicious smoked Catfish



Smoked catfish may create some communities in Indonesia is still a foreign food. When calling these whiskered fish meal from the shadow usually pecel catfish (catfish flavored sauce), dazed catfish, or curry catfish because these foods are practically been populist and stalls or restaurants that provide also have spread in almost all regions Indonesia.

Yes, smoked catfish, may be more widely known in West Sumatra or several areas in Sumatra, because the types of food such as catfish in a dried through evaporation proswes this is original from West Sumatra.

Smoked fish quite well attended, in addition to nutritious, it's also more tasty fish than usual. Almost all species of fish can be smoked, but most preferred is the smoked catfish.

Not only delicious and nutritious apparently smoked catfish have a relatively high economic potential to be a worthy effort, so if the opportunity was developed by the community.

One of the businessmen who elaborates smoked catfish Desfialti the region of West Sumatra, which since 1989 the business wrestle with an initial capital of smoked fish Rp200.000, to buy pellets (food fish), 50 kg and 1500 tail catfish seedlings.

Problem There are two kinds of prices, Sali raw catfish (packing) weighing 300 grams with the price of 30,000, and smoked fast food (packing) weighing 200 grams price of 300,000.

From the calculation effort can be known to 3 kg of fish produced 1 kg of wet smoke catfish. If 3 kg of fresh catfish around Rp36.000 then salt and firewood Rp3.000 10,000, 10,000 wage labor and the selling price smoked catfish Rp70.000 the profits gained around Rp11.000 / kg of smoked catfish. An enticing enough profit.

Meanwhile Zarpendi who pursue business Pasaman smoked catfish in the West since 2005 reveals pengelolahannya although still in a traditional process and simple, but the Family SMEs are able to produce around 500 kg per week, which sold Rp 75,000 / kg to the whole of West Sumatra.

Still Traditional

During the manufacture of smoked catfish are still using traditional tools, just use the oven curing process. First catfish sorted, then split so that the form of broad, gills and entrails removed, then washed and drained, seasoned and aged for 15 minutes to allow the flavors to infuse.

Catfish are regularly placed on the equipment contained within the oven terai fogging, fumigation process was continued to approximately two days during working hours with low heat until the catfish dry evenly.

After that catfish are removed from the oven and diangin-winds at room temperature, after cold smoked catfish and then packed with plastic bags and cardboard polythylene already dipriting duplex.

The process of making smoked catfish, fast food, raw and smoked catfish same. The difference for smoked continued to fast food frying process and delivery of seasoning. While for catfish wastes in the form of gills and entrails of fish used as food by selling value of Rp 1,500 per kg.

Smoked catfish market now not only in the territory of West Sumatra, but has expanded into new week, Jambi, Batam, Tanjung Pinang, Jakarta and even export to Malaysia and has been running for three years.

Although the chances of prospective enough however does not mean business this catfish salal no problems. A number of barriers that often face the perpetrators in this business, such as limitations of the available equipment (manual), so the quality of the product that produced less good especially when produced in large numbers.

Supermarkets difficulties to penetrate the market because the consignment payment even though the product has sold well but late payments.

Marketing in the Padang region only in Titipkan at the store - a store distinguished Seller typical food of West Sumatra.

Limited capital for product development or investment, it is very difficult to obtain soft loans with interest and preparation of collateral.

However, by looking at the potential of catfish which is relatively abundant in almost all parts of Indonesia, it seems like the smoked fish processing business, it is prospective, not only developed in West Sumatra but also in the homeland.



Source: Magazine Demersal

Kelompok predator ikan yang berukuran besar (burung bangau)

Posted: 02 Apr 2010 11:25 PM PDT


Kelompok predator ikan yang berukuran besar :
Burung
Burung merupakan kelompok dari hewan besar yang mempunyai sipat rakus. Hewan ini belum bisa untuk berhenti memangsa ikan bila perutnya belum benar-benar kenyang.
Burung akan mudah memangsa ikan pada ikan yang mempunyai warna yang mencolok seperti warna merah, kuning, karena burung mempunyai kemampuan penglihatan yang bagus terhadap warna ikan yang mencolok. Beberapa jenis burung yang sering memangsa ikan yaitu diantaranya : bangau, kuntul, blekok, ibis, serta burung raja udang.

a. burung bangau

Burung bangau adalah sebutan dari burung untuk keluarga Ciconiidae, ciri-cirinya yaitu badan berukuran besar, berkaki dan berleher panjang, serta mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal. Sistematika burung tersebut adalah, sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Kelas : Aves
Ordo : Ciconiidae
Famili : Ciconiidae

habitat bangau biasanya pada daerah yang mempunyai iklim yang hangat (tropis) seperti di Indonesia dan beberapa daerah subtropis. makanan utama burung ini yaitu : Katak, Ikan, serangga, cacing, Burung kecil dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai. Burung ini merupakan Pemangsa yang menjadi ancaman bagi para pembenih ikan, karena memakan ikan dalam jumlah yang besar.

Minapolitan Terapkan Konsep Inti-Plasma

Posted: 02 Apr 2010 06:35 PM PDT


Minapolitan Terapkan Konsep Inti-Plasma



Program Minapolitan (Kola Perikanan) yang akan diterapkan di Pelabuhan Ratu Kab. Sukabumi, dilaksanakan melalui konsep kerjasama usaha Inti - Plasma. Dalam pengelolaan usaha inti-plasma itu, akan dibentuk sebuah jaringan usaha antara industri perikanan dengan beberapa unit usaha yang dijalankan oleh masyarakat nelayan dan pesisir. Melalui jaringan usaha inti-plasma ini, semua kegiatan perikanan dari hulu sampai hilir akan terintegrasi dalam satu manajemen usaha. Adapun tujuan program Minapolitan melalui konsep inti-plasma ini, tak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pesisir di Pelabuhan Ratu (PPNP, Ir.Arief Rahman Lamatta,M.M., ketika ditemui di kantornya di Dermaga I Pelabuhan Ratu,Selasa (30/3). Menurut dia, program Minapolitan dengan konsep usaha inti-plasma itu dilakukan di bawah pengelolaan Pemkab Sukabumi. Untuk usaha intinya akan dikelola langsung oleh PPNP dengan membawahi sejumlah unit bisnis perikanan. Sementara usaha plasma, dikerjakan oleh beberapa unit usaha yang dilakukan kelompok masyarakat nelayan dan pesisir (A-67)





Sumber : Pikiran Rakyat, 31 Maret 2010.Hal.5

Seed predator fish

Posted: 02 Apr 2010 06:01 PM PDT


Seed predator fish

Predators are also known as the predator, is a foreign term to refer to pet nuisance pests
in this case is the fish fry. Predator is basically an animal Carnivora (meat eaters)
ie stalking prey with its target.
Predator fish are there that come / came from outside and have a life together with the fish fry are kept.
Generally, seed predators who prey on fish that are higher animals which can directly disrupt or
threatening the life of fish reared fish farmers.
Seed predator fish can be divided into several groups, namely:
1. Group of large predatory animals
- Birds
- Turtle-Turtle
- Crab / crabs
- Beaver
- Monitor lizards
- Snake
- Frog
- Lizard


2. predatory fish wild
- Catfish
- Eel


3. group of small predatory animal (insect Water)
- Ucrit (larvae cybister)
- Notonecta
- Kini-kini

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.