Thursday, February 25, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


Indonesia, Negara Bahari Mendapatkan Perhatian dari UNEP

Posted: 24 Feb 2010 11:43 PM PST


No. 24/PDSI/HM.310/II/2010
Siaran Pers

Indonesia, Negara Bahari Mendapatkan Perhatian dari UNEP


Laut dan pesisir berperan penting sebagai pengendali perubahan iklim. Semua negara diminta untuk menjaga kelestarian dan kemampuan ekosistem laut dan pesisir sebagai dinamisator iklim global. Disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Fadel Muhammad dan Executive Director United Nations Environment Program (UNEP), Dr. Achim Steiner usai melakukan pertemuan disela-sela the 11th Special Session Governing Council UNEP/Global Ministerial Environment Forum (11th SSGC UNEP/GMEF), 24-26 Februari 2010 di Bali International Conference Centre (BICC), Nusa Dua, Bali (25/2).

Pasca pelaksanaan Manado Ocean Declaration (MOD), isu kelautan menjadi salah satu pilar pokok dalam pertemuan ini. Isu kelautan menjadi topik pembahasan draft keputusan (11th SSGC UNEP/GMEF). Bahkan, secara khusus untuk pertama kalinya UNEP memberikan penghargaan atas kepemimpinan dalam inisiatif kelautan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada kemarin (24/2). Penerapan konsep Blue Carbon merupakan tindaklanjut inisiasi Indonesia dalam pengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap laut dan peran laut terhadap perubahan iklim serta pelaksanaan Coral Triangle Inisiative (CTI) beberapa waktu lalu.

Menurut Achim, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa ekosistem laut dan pesisir yang sehat di samping memberikan manfaaat dari sumberdaya dan jasa lingkungannya terhadap perikehidupan masyarakat pesisir, juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim serta penyerapan karbon yang merupakan kontributor perubahan iklim. Laut dan eksosistemnya telah berperan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon. Kemampuan penyeimbang ini mulai terganggu dengan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) hasil aktifitas manusia (anthropogenic) yang dibuang ke atmosfir dan akhirnya diserap oleh laut beserta ekosistemnya.

Meningkatnya emisi GRK ini berdasarkan berbagai hasil penelitian telah terbukti memicu dan memacu hilang atau terdegradasinya ekosistem pesisir dan laut. Tanpa ada upaya pengurangan emisi GRK, dipastikan dalam beberapa dekade mendatang dunia akan kehilangan ekosistem pesisir dan laut. Hal ini berarti akan memberikan dampak ikutan terhadap kehidupan masyarakat pesisir, biota serta ekosistem laut dan pesisir, tegas Achim.

Berpijak pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon dan potensi pengurangan emisi GRK, UNEP bekerjasama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) dan Badan Pendidikan dan Pengetahuan PBB (UNESCO) telah memperkenalkan konsep Karbon Biru (Blue Carbon). Konsep ini merupakan hasil kajian akas kemampuan ekosistem laut dan pesisir yang didominasi oleh vegetasi laut seperti hutan mangrove, padang lamun, rawa payau serta rawa masin (salt marshes) dalam mendeposisi emisi karbon. Ekosistem pesisir dan laut diyakini mampu menjadi garda penyeimbang bersama hutan untuk mengurangi laju emisi melalui penyerapan karbon lanjut Achim.

Konsep Blue Carbon merujuk kepada laporan Blue Carbon - The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon yang menggambarkan alur emisi karbon dan estimasi kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menyerap karbon dan gas rumah kaca. Laporan ini telah diluncurkan pada 14 Oktober 2009 pada Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre, South Africa. Pesan penting dalam laporan ini adalah penegasan akan peran penting ekosistem laut dan pesisir dalam menjaga keseimbangan iklim.

Kajian awal yang dilakukan para peneliti di Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengidentifikasikan potensi laut Indonesia yang memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 0.3 giga ton karbon per tahun. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data satelit kandungan fitoplankton (klorofil dan suhu air laut) di laut Indonesia untuk mengestimasi kandungan karbon yang terserap. Penelitian ini tentunya masih harus diverifikasi melalui kajian lapangan (in-situ) serta memperhitungkan komponen lainnya seperti interaksi atmosfir dan laut (solubility pump).

Lebih lanjut Fadel menegaskan "Indonesia dengan luasan mangrove, serta padang lamun yang begitu besar, tentunya akan secara signifikan dapat memberikan kontribusi dalam proses penyerapan karbon. Kita harus segera berbuat karena masa depan bumi dan umat manusia sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola laut secara arif dan lestari, seperti melakukan penyelamatan mangrove di pesisir". Fadel juga menambahkan bahwa waktu berjalan cepat dan kita dihadapkan pada pilihan yang tidak dapat ditawar lagi, yakni menjaga keseimbangan yang selama ini diperankan oleh laut untuk tetap berfungsi sebagai penyerapan karbon hasil aktifitas manusia.

Indonesia sebagai negara bahari mendapatkan perhatian dari UNEP. Pertemuan sesi khusus kesebelas Dewan Pengatur UNEP/Forum Menteri Lingkungan Hidup sedunia (11th SSGC UNEP/GMEF) yang dihadiri oleh sekitar 1.200 delegasi dari 192 negara. Pertemuan mengambil tema "Lingkungan Hidup dalam Sistem Multilateral (Environment in the Multilateral System)". Dalam pertemuan ini akan bahas tiga topic, yaitu: tata pemerintahan lingkungan internasional dan pembangunan berkelanjutan (international environmental governance/IEG and sustainable development), ekonomi hijau (the green economy) serta keanekaragaman hayati dan ekosistem (biodiversity and ecosystems). Pertemuan ini juga digabungkan dengan pertemuan tingkat menteri Forest Eleven (F-11) pada 23 Februari 2010 dan Simultaneous Extraordinary Conference of the Parties (ExCOPs) Basel, Rotterdam, and Stockholm Conventions, 22-24 Februari 2010.



Jakarta, 25 Februari 2010
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi





Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed

Narasumber:

1. Dr. Gellwynn Jusuf,
Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan
(HP: +62816768499 email: gellwynn@gmail.com)
2. Nick Nuttall
Head of Media, Office of the Executive Director, UNEP HP.+254 733 632 755,
E-mail: nick.nuttall@unep.org
3. Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP. 08161933911)

sumber : http://www.dkp.go.id

Pembenihan Ikan Cobia Bahan Baku Sashimi

Posted: 24 Feb 2010 10:31 PM PST


Pembenihan Ikan Cobia Bahan Baku Sashimi
Oleh : Slamet Subyakto, A Romadlon dan Sofiati


Ikan cobia (Rachycentron candum) termasuk ikan pelagis yang hidup di perairan tropis dan sub tropis, dan banyak di temukan di Samudra Pasifik, Atlantik dan sebelah barat dya Meksiko. Di Indonesia ikan ini serinh di jumpai di sekitar peraiaran Pulau Bali.

Bentuk tubuhnya menyerupai terpedo dengan kepala dan mulut relatif lebar dibandingkan bagian tubuh lainnya. Sisik berukuran kecil dan terbenam dalam kulit yang tebal. Badan berwarna coklat gelap dengan bagian bawah berwarna kekuning-kuningan, dan terdapat dua garis tebal keperakan sepanjang tubuh pada ikan yang masih muda. Pada habitat aslinya ikan cobia ini banyak ditemukan dengan panjang 80-100 cm, dan dapat tumbuh maksimal sepanjang 180 cm.

Ikan cobia hasil budidya pada Karamba Jaring Apung (KJA) di laut dapat dipanen setela ukuran mencapai 25-35 cm denagan masa pemeliharan 80-100 hari. Pemeliharan yang lebih lama tetap mem berikan keuntungan karena ikan ini mempunyai pertumbuhan yang cepat, dimana ikan-iakan cobia denagan berata awal berukuran 5-7 kg dapat ditingkatkan bobot tubuhnya sebesar 1-2 kg/bulan. Pemeliharaan selama 20 bulan pada KJA akan di peroleh ikan cobia dengan berat antara 12-15 kilogram.

Ikan cobia yang telah dipanen dari KJA dapat diekspor ke USA, Taiwan, dan pasar lokal ikan ini masih bernilai ekonomis. Pemasaran biasnya dalam bentuk ikan beku dan merupkan bahan pembuatan sashimi. Pada pangsa pasar Asia lebih diminati selaian dagingnya yaitu bagian gonad ikan, perut dan kepala untuk bahan sup.

Namun masalahnya, kendala utama pada budidaya ikan jenis ini adalah benih yang belum tersedia secara kontinyu sehingga beberapa pengusah mencoba mengimpor benih dari Taiwan. Di Indonesia upaya pematanagan gonad ikan cobia melalui manajemen pakan yang baiak telah di lakukan sejak tahun 2005 oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali dan telah berhasil dipijahkan pertama kalinya pada Bulan Agustus 2005 denagn jumlah telur sebanyak 880.000 butir. Pertambahan panjang larva cobia umur 1 hari panjang total 3,3-3,47 mm berwarna coklat agak kehitaman.

Pada umur 3 hari panajang total 4,25-4,75 mm dan larva cobia akan melalui makan rotifer dan nauplii copepoda. Pada umur 8 hari panajng total 6,5-6,7 mm. Pada D-10 panajng total 6,9-7,4 mm, umur 15 hari panjang total 16,6-17,3 mm. umur 20 hari panjang total larva 18,7-19,8 mm.

Teknologi
Pemeliharan larva cobia tidak bisa terlepas dari pakan alami rotifer, dimna rotifer itu memiliki keunggulan: mudah dikultur, tingkat produksinya tinggi, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, berukuran kecil dan bergerak lambat sehingga larva mudah menangkapnya. Kualitas rotifer perlu di perkaya sehingga rotifer memiliki kualitas nutrisi yang tinggi. Sebagian pakan larva ikan, rotifer pada umumnya bersifat non selektif filter feeder. Pakan yang berupa partikel-partikel terdiri dari fitoplankton, detritus dan bakteri di ambil terus menerus sambil berenang. Secara umum ukuran pakan yang masuk kedalam mulut rotifer adalah partikel dengan kisaran diameter 10-20 mikron.

Beberapa jenis phytoplanton dapat di jadikan pakan rotifer di antaranya Chlorella, Isocrysis, Dunaliella, Monocrysis, tepung spirullina, selain itu bisa menggunakan yeast dan pakan komersil. Denagn sifat rotifer yang filter feeder memudahkan untuk aplikasi beberapa jenis bahan pengkayaan terutama asam lemak essensial (EPA dan DHA), selain itu dapat juga diberikan vitamin. Kandungan asam lemak pada rotifer dipengaruhi kepadatan pakan yang diberikan yang berpengaruh secara kuantitatif tetapi tidak besar pengaruhnya secara kualitatif.

Pemelihara larva ikan cobia di Balai Budidaya Air Payau situbondo telah berhasil dilakukan pada bak beton berukuran 10 m²yang telah terisi air laut yang sudah difiltrasi dan disterilisasi serta dilengkapi dengan sistem aerasi dan saluran pengaturan air. Pada uji coba tersebut larva ikan cobai berumur 1 hari (D-1) diperoleh dari Balai Besar Riset Perikana Budidaya Laut Gondol, Bali. Larva ssebanyak 60.000 ekor ditebar pada 2 bak pemelihara larva sehingga masing-masing bka 30.000 ekor.

Cara pemeliharaan larva ikan cobia meliputi :

* Pada hari pertama sampai hari ke - 10 diberi minyak cumi dan ditambahkan Chlorella sp dengan kepadatan 50.000-100.000 sel/ml.
* Pada hari kedua (D-2) diberi pakan berupa rotifer denagan dosis pemberian rotifer 10-15 individu/ ml, Rotifer setipa akan di berikan ke larva, terlebih dahulu dimasukan ke dalam ember 10 liter denagn kepadatan 1000 sel/ml kemudian di perkaya denagn bahan pengkaya EPA dan DHA, vitamin C, dan probiotik (Bacillus) kemudian dibiarkan selama 2 jam untuk memberikan bahan-bahan pengkayaan tersebut dimakan oleh rotifer.
* Nauplii artemia diberiakan mulai larva D-8 dengan dosis pemberian 0,5-1 ind./liter sampai D 20.
* Mulai hari ke-10 pakan buatan di berikan denagn dosis pembeerian 0,5-2 ppm tiap kali pemberian denagn frekuensi 3 kali sehari sampai panen. Udang rebon (Mysid) mulai di berikan pada D-20 sampai panen.
* Grading mulai dilalukan pada D-22.

* Kualitas air diukur secara periodik setiap 5 hari sehari.

Panen benih ikan cobia dilakukan pada saat larva berumur 25 hari, dengan air diturunkan secara perlahan-lahan, dan ikan di ambil dan dihitung menggunka gayung. Dari hasil panen di BBAP Situbondo denagn menggunakn rotifer yang diperkaya dengan EPA, DHA, Vitamin C dan probiotik, pada bak pertama berhasil dipanen benih cobai sebanayk 3.421 ekor(sr=12,3%), sedangkan pada bak kedua 3.680 ekor (SR=12,3%) atau rata-rata SR sebesar 11,85%.

Hasil pengukuran parameter kualitas air selama pemeliharan larva masih pada kisaran normal untuk kehidupan benih ikan yaitu DO: 4,66-5,87 ppm, pH: 7,6-7,75, salinitas: 31-32 ppt suhu: 31-32ºC, ammoniak: 0,0139-0,048 ppm dan nitrit:1,68-2,515 ppm.

Ikan cobia telah berhasil dibenihkan dan dibududyakan, dan ini menjadikan peluang yang sangat besar untuk pengikatan produksi ikan budidaya. Pengikatan budidaya ikan cobia dapat dilakaukan dengan pengikatan jumlah KJA untuk pemeliharaan ikan cobia dan pengikatan jumlah benih yang di perlukan untuk budidaya tersebut. Upaya inipun akan berhasil jika pasr terbentuk dan permintah terus ada, sehingga upaya pengingkatan produksi seyogyanya mengikuti peningkatan permintaan pasar.

Sumber : Majalah Minapolotan Edisi Februari 2010

Aquarium Plants: One Of The Best Ornaments In An Aquarium

Posted: 24 Feb 2010 09:17 PM PST


Aquarium Plants: One Of The Best Ornaments In An Aquarium
by: Low Jeremy


Everybody understands the reason why most plants can be seen in many aquariums. Healthy plants and their lush are beautiful to look at when they are in an aquarium. They also create a natural setting in the aquarium.

Most of the fishes feel secure, less stressed and safe whenever they have plants to hide in. Some species of fish do not survive in an aquarium without any plants.

Aquarium plants will not only give the fishes a helpful shelter and make your aquarium look attractive but they can maintain the quality of the water as well. Plants and fish both exist on the wild and they will surely match well in your aquarium.

The wastes discharged by the fish contain compounds that are useful for the plant's nutrition. Therefore, the organic wastes can be contained in the plants instead of seeing them float in the water. The plants must be pruned regularly and the dead parts must be eliminated from the aquarium ASAP.

Not only that, the aquarium plants will also provide a shelter to many micro organisms which are useful for the ecology and environment of the aquarium. In addition, plants have also the capacity to inhabit the growth of ugly algae since algae and plants compete for similar nutrients.

Most species of fish will never reproduce in an aquarium without plants. This is because some species need plants for them to feel secured enough to reproduce, while other species need the leaves of the plants to place their eggs in. An abundantly planted aquarium will also enhance the survival growth of the fry especially if you want to increase the number of fry in a similar aquarium like with the adult fish.

However, we all know that plants rely too much to light and photosynthesis. An aquarium with no plants will only need little. But if you are planning to have an abundant number of plants in your aquarium, you will be required to put new lights. A fluorescent light will be better to your planted aquarium, make sure that they are made especially for aquariums.

If you are a beginner, the plant species that will be suitable for you are the Java Moss and the Java Fern. These are strong plants that can survive in water hardiness and pH values. They can even be placed in a brackish aquarium like the Molly aquarium.

Aquarium plants are very important to the survival of most fishes in the aquarium. It does not matter what aquarium plant you choose, the important thing is you know how to maintain your aquarium as naturally as the fishes and plants habitat.

About The Author

This content is provided by Low Jeremy. It may be used only in its entirety with all links included. For more information on aquariums, how to maintain, the basics of owning one, please visit http://aquarium.articlekeep.com.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.