Monday, June 21, 2010

BUDIDAYA PERIKANAN

BUDIDAYA PERIKANAN


SUCCESS TIPS CULTURE tiger shrimp

Posted: 20 Jun 2010 10:09 PM PDT


SUCCESS TIPS CULTURE tiger shrimp

1. The choice of location cultivation

Coast is the lowest area of a watershed. As a result, the quality of fresh water in downstream areas or at the location of ponds to be vulnerable to negative influences from upstream areas, such as sediment deposition, shifting pesticides, and industrial pollutants or pollutant household. In other words, no good water management in upstream areas may have a negative impact on downstream areas. This issue shows that the management of coastal areas can not be divorced from management of upstream areas. Therefore, cultivation of tiger shrimp pond development should be supported by the following requirements:

- Embankment constructed outside densely populated and industrial areas.
- Location of ponds rather than nature reserve forest area, forest tours, and production forests.
- Pond has adequate water resources, both quantitatively and qualitatively.
- Pond has qualified irrigation channels so that water is available on a regular basis, adequate, and secure.
- Sources of fresh water are not derived from ground water (drilled wells) due to the use of ground water in the long term can result in losses, namely the occurrence instrusi sea water (sea water infiltration into the fresh waters) that cause a decrease in surface soil.


2. Holding elections
Selected female parent must have the conditions as
follows:
- Weighing more than 50 grams.
- High content of eggs.
- It's cooked eggs (see the gray on the back).
- In a normal body, not disabled.
- Clean from dirt and parasites.

While the male parent requirements are as follows:
- Weighing more than 40 grams.
- Legs second road terlau not large.
- Not aggressive.
- In a normal body, not disabled.
- Clean from dirt and parasites.


3. Main feed
Tiger prawns are nocturnal, meaning active and active foraging at night or in dark atmosphere. Conversely, decreases in daytime activity and more immersed himself in the mud or sand. Shrimps food varies, both in types and composition, depending on age. However, most shrimp are carnivores (animal eaters). Diet includes small animals, such as invertebrate (no vertebrate animals) of water, small shrimp, clams (bivalvae), and small fish.

Shrimp are farmed in ponds can be given a pellet. Parent shrimp require natural foods that have a high cholesterol content derived from shellfish and other crustaceans (crabs). This type of food needed to accelerate the process of egg maturation.


4. Spawning techniques
In nature, young shrimps are found in brackish waters with low salinity, such as in the estuary of the river where a meeting between seawater and freshwater. After sexual maturity, large shrimp would go deep-sea waters clear and calm water conditions and makes the place to breed.

Such conditions are also necessary if the tiger prawns cultivated outside their natural habitat, eg in the hatchery (hatchery) tiger prawns. Tiger prawn spawning actually not much different from the spawning fish.

Sex tiger prawns will be cooked at the age of 1.5 years and are ready to do his duty to reproduce. At that time, his weight reached 90-120 g / fish.

Mating tiger prawns are generally held at night. There is a tendency, when the full moon occurs on a mass spawning tiger prawns which have matured genitals.

Spawning occurs when males release sperm shrimp from the male genitalia (petasma) and then enter them into the genitals (telichum) female shrimps. After the occurrence of direct contact, the female parent will nengeluarkan egg so that fertilization occurs. This fertilized egg will float in the bottom of the deep ocean waters. Furthermore, eggs that have hatched into larvae that will be planktonic (drifting) and will rise to the surface water.

In a single spawning season, a female produces as many eggs 200000-500000 grains. After the eggs hatch, the larvae of tiger shrimp changing its form several times like these:
- Period or the period of the first nauplius larvae shrimp. It lived during the period 46-50 hours and the larvae suffered six times the turnover of skin.

- Zoea period or second period. This period takes about 96-120 hours at which time the larvae have three times the replacement skin.
- Period Mysis or third period. This period takes 96-120 hours and the larvae suffered as much as three times the turnover of skin.
- The period of post larvae (PL) or the fourth period. Tiger prawns reached sub-post larvae stage until 20 levels. When we reach this period, shrimp prefers brackish waters with salinity of 25-35 ppt.
- Period of juvenile or fifth period. Juvenil is the youth who love the shrimp waters with salinity 20-25 ppt. Period of adult shrimp. This period lasted after the juvenile period until the shrimp are ready to breed. Once matured genitals and mature gonads, adult prawns will be back into the sea to spawning. Adult shrimp like brackish waters with salinity 15-20 ppt.

source: Bambang Sunarno, IN AzNa Books, 2010

TIPS SUKSES BUDIDAYA VANAMEI

Posted: 20 Jun 2010 10:01 PM PDT


TIPS SUKSES BUDIDAYA VANAMEI

I Persiapan Matang
"Kuncinya, persiapan lahan harus matang dan sterilisasi harus berani," kata Yaskun berbagi kiat sukses. Dalam hal ini. dia tidak mau ambil risiko. Karenanya, Yaskun melebihkan hitungan ketinggian air dan luas area dari hitungan yang dilakukan teknisi. Dan jika menangani tambak yang pernah terjangkit penyakit, sterilisasi bisa dua kali lipat dari hitungan sebenarnya, "Biar aman." Cara ini juga diyakini Mardiono sangat ampuh untuk mengantisipasi penyakit.

Memang akan menambah pengeluaran sedikit. Tapi kalau aman untungnya lebih besar." katanva. Disamping itu. Mardiono menekankan. SOP (Standard Operational Procedure) harus benar-benar ditaati. Yaitu meliputi sterilisasi, probiotik. Benur SPF (Spesific Pathogen Free), pagar keliling serta senar penghalang burung.

Marketing Manager PT Central Proteinaprima. Nonot Tri Waluyo yang juga ada pada saat panen tersebut menyatakan hal serupa. SOP harus diterapkan sejak persiapan lahan. "Random potensiainya harus +50," kata Nonot. Random antar tambak ini, imbuh Nonot, biasanya bervariasi. Namun setelah diisi air harus +50. sehingga diketahui jumlah kapur yang harus ditabur di lahan tambak. Lahan tambak kemudian diukur lagi.
jika kurang dikapur yang kedua. diukur lagi baru masuk air. Kalau lahan kena penyakit dianjurkan memakai kaporit untuk meminimalkan bibit-bibit penyakit. Kalau tidak, maka kepiting dan
udang-udangan harus dihilangkan. jika plankton sudah jadi, baru benur ditebar.


2. Tambah Kincir
Untuk memperoleh ukuran udang yang besar saat panen. Mardiono juga mempunyai cara khusus. Yaitu dengan menambah kincir. jika kincir cukup maka akan berdampak positif bagi pertumbuhan dan produksi yang dihasilkan.
Pada awal-awal melakukan budidaya udang, ukuran udang yang dihasilkan Mardiono adalah 70. Size tersebut kemudian terus ditingkatkan dengan cara menambah dan memodifikasi kincir airnya. Pada siklus pertama misalnya. Mardiono mencoba tebar satu petak seluas 1,2 Ha dengan kepadatan 30 ekor/m, tebaran 350 ribu ekor, kincir angin 3 lengan (30 daun kipas). Umur 93 hari dipanen dengan size 70, hasil panen 4.3 ton.

Lalu siklus kedua kepadatan tetap tetapi ia tambahkan kincir jadi 4 lengan (40 daun kipas). "Berdasar pengalaman, kalau dulu dengan 3 lengan hasil panen 4,3 ton. Ternyata dengan 4 lengan kepadatan sama. Luas dan umur yang sama hasilnya meningkat jadi 5,7 ton dengan size 65," kata Mardiono.

Berikutnya siklus ke-3 kepadatan ditingkatkan lagi jadi 40 ekor/m. Modifikasi mesin penggerak dilakukan. Satu mesin dengan dua lengan (20 daun kipas). Ada 4 mesin penggerak sehingga terbentuk 80 daun kipas. Hasil yang didapat cukup membanggakan, 10 ton dengan size 45. siklus ke-5 tambak satu lengan jadi 90 daun dengan kepadatan 50 ekor/m hasil panen 13,5 ton dengan size 37 dan SR 85-90%. Hingga pada panen kali ini. udang Mardiono berhasil mencapai size 34 dan 36.

Dalam hal pengaturan kincir. Mardiono menjalankan seluruh kincirnya ketika malam hari. "Kincir kalau malam jalan semua. kalau siang kita rolling minimal 2 set. Daripada kekurangan oksigen saat

molting masal lebih baik kincir dilebihkan." Sementara kalau siang, keberadaan sinar matahari cukup membantu pasokan oksigen. Setelah umur di atas 100 hari dilakukan pengecekan oksigen seminggu sekali. Ini untuk mengantisipasi molting massal karena size bestir dan kepadatan tinggi.

Dalam pemberian pakan. Mardiono mengikuti standar baku dari inti yang diikutinya selama 1 bulan. Konsumsi pakan disesuaikan dengan benur yang ditebar. Target pertumbuhan Mardiono pada umur 60 hari adalah size maksimal 100. lebih rendah dibanding standar baku 120-125. Setelah tahu cepat atau lambatnya pertumbuhan, pakan disesuaikan dengan kondisi lapangan.


"Jika pada umur itu size di atas standar berarti dimungkinkan benur lebih. Kita ambil sikap menambah pakan,"jelas Mardiono panjang
lebar.

Menurut Nonot, tindakan ini diambil agar pakan tidak berlebih. Jika berlebih, risikonya FCR akan tinggi, keuntungan berkurang, disamping itu tambak jadi tercemar bahan racun. "SOP yang gagal harus dievaluasi," kata Nonot. Dia menambahkan, masa-masa genting adalah ketika umur di bawah satu bulan. Karena itu persiapan maksimal, harus ditekankan dari awal.

3. Penvakit
Soal penanganan penyakit, Mardiono menekankan pentingnya sterilisasi. la pernah mencoba lahan yang sering gagal dalam budidaya vanamei sehingga lahan tersebut disingkiri orang. "Saya coba terapkan SOP standar. masih gagal. Akhirnya saya berpikir untuk sterilisasi 2 x lipat, akhirnya berhasil dan bisa panen 16 ton." Menurut Nonot, petambak yang gagal rata-rata karena tidak mau menerapkan SOP. "Padahal, SOP ini hal mutlak. Selain itu bagi yang gagal juga harus berbenah dan melakukan persiapan maksimal," kata Nonot. Dengan SOP yang intensif, penyakit seperti vibrio, white spot, dan mio dapat terminimalisir.

Untuk persiapan antara lain dengan memakai pagar pembatas dan senar penghalang burung. Di Kandang Semangkon, pagar pembatas menggunakan plastik/ terpal yang ditanam sekitar 50 cm dan 1-1.5 meter di atas tanah. Senar penghalau burung idealnya menurut Nonot berjarak 40-60 cm. Di Kandang Semangkon, penghalau burung ini dimodifikasi dengan dengan kertas/plastik yang mirip layang-layang, sehingga jarak antar senar lebih lebar. Kedua hal ini difungsikan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari tambak lain. "Alat ini fungsinya untuk mencegah hewan liar masuk ke tambak. Seperti kepiting dan burung yang makan udang dari tambak yang terkena penyakit lalu jatuh ke tambak yang sehat," kata Nonot.

Hal penting lainnya adalah pengecekan air dan warna air. Pada musim kemarau air diupayakan mendekati warna hijau kecoklatan sedang untuk musim hujan warna air harus coklat kehijauan. "Pada musim kemarau air cenderung ke arah kecoklatan, untuk mempertahankannya gunakan bahan aktif yang bisa menyeimbangkan nitrogen/nitrifikasi bakteri. Sedang pada musim hujan biasanya menggunakan fotosintesa bakteri seperti rodococcus, rodobacter. Pencegahan penyakit vibrio menggunakan
Bacillus substillis:'

Selain itu, para petambak juga menerapkan penggunaan probiotik, vitamin C dan multivitamin dalam budidayanya. "Probiotik memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan hasil panen juga lebih tinggi. Kami juga tidak khawatir soal pagar," tandas Mardiono.

sumber : Bambang Sunarno, IN AzNa Books, 2010

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.