BUDIDAYA PERIKANAN |
Galakkan KKL, Atasi Krisis Perikanan Posted: 29 Apr 2010 05:40 AM PDT Galakkan KKL, Atasi Krisis Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan mengelakkan program kawasan konservasi laut guna mengatasi produksi perikanan yang menurun dari tahun ke tahun. Kawasan ini diharapkan menjadi tempat berkembang biak ikan sekaligus menjaga keanekaragaman hayati di laut Kepala Seksi Pembinaan Masyarakat Pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Andi Chairil mengatakan, kawasan konservasi laut (KKL) terdiri dari zona inti, zona penunjang, dan zona bebas. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut, luas zona inti yang menjadi area dilindungi minimal 4 hektar. Luas zona penunjang ditentukan 4 hektar yang dihitung 1 mil dari garis terluar zona inti. Zona penunjang merupakan zona yang boleh dimasuki nelayan dengan sejumlah aturan. Zona bebas adalah area yang boleh digunakan nelayan sehari- hari. "Pengelolaan KKL kami serahkan kepada perangkat di daerah beserta warga Kami berharap, hal ini menumbuhkan ke-sadaran dan kecintaan nelayan terhadap habitatnya sehari-hari," kata Andi Chairil dalam diskusi bertema "Identifikasi Potensi, Permasalahan, dan Kebijakan Pengelolaan Pesisir", Rabu (28/4) di Makassar. Acara ini dihadiri perwakilan dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Pangkep, Maros, Takalar, dan Barru. Dari pemaparan empat perwakilan dinas itu terungkap, jumlah produksi perikanan tangkap, seperti cakalang, kerapu, dan ba-ronang, di empat kabupaten itu menurun 10-15 persen dalam tiga tahun terakhir. Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pangkep tahun lalu 29.814 ton. Jumlah itu tenis turun jika dibandingkan produksi tahun 2007yang mencapai 35.876 ton. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep Natsir Sulaiman, hal itu akibat maraknya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. "Banyak nelayan menggunakan bom, bius ikan, serta pukat harimau. Aktivitas itu berkurang setelah ada KKL," katanya. Saat ini Pangkep memiliki KKL seluas 283 hektar di Kecamatan Lukan Tupak Biring. Adapun di Kecamatan.Lukan Kalmas dan Lukan Tangia dikembangkan KKL berupa kluster berukuran kecil. Berdasarkan hasil penelitian tim dari Universitas Hasanuddin, tingkat kerusakan di kawasan itu cukup parah. "Di KKL harus ada terumbu karang yang bagus dan keanekaragaman hayati yang memenuhi kriteria sehingga layak dijadikan kawasan lindung," kata Natsir. Kepala Seksi Pembinaan Masyarakat Pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar Sumarno menyatakan tengah merencanakan pembuatan KKL di sejumlah kepulauan, seperti Pulau Sanrobengi, Pulau Lan-tangpeo, dan Pulau Dayang-dayangan. (R1Z) Sumber : Kompas 29 April 2010, hal. 22 |
MENANTI SEKTOR PERIKANAN BANKABLE Posted: 28 Apr 2010 07:34 AM PDT MENANTI SEKTOR PERIKANAN BANKABLE Sektor perikanan dan kelautan adalah masa depan Indonesia, tapi kontribusi pengusaha dan perbankan masih kecil ke sektor ini. Nenek moyangku orang pelaut, siap mengarung luas samudera, melawan ombak tiada takut, menerjang badai sudah biasa... Sebait lagu masa kanak-kanak itu, menjadi pertanda Indonesia sejak dulu dikenal sebagai pelaut ulung dan memiliki samudera yang sangat luas. Faktanya, luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi. Sedangkan luas daratannya adalah 1,9 juta kilometer persegi. Ini berarti, hampir 70 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia, adalah laut. Sayangnya, fakta tersebut kurang didukung oleh keterlibatan pengusaha dan perbankan untuk mendorong usaha dan produksi ikan, yang ujung-ujungnya tentu saja akan ikut menyejahterakan nelayan. Kendalanya, karena kalangan perbankan khususnya, masih menganggap sektor perikanan adalah sektoryang kurang bankable dan memiliki risiko tinggi. Tak heran jika kucuran kredit perbankan ke sektor ini sangat kecil. Bank Indonesia (BI) mencatat, kredit ke sektor perikanan per Desember 2009, hanya Rp 3,3 triliun atau 0,23 persen dari total kredit. Angka ini tidak menunjukkan pergerakan naik hingga pekan ke dua April 2010. Ironisnya, dari angka nominal yang relative kecil itu, justru kredit bermasalah atau non performing loan (NPL)-nya mencapai 11,7 persen. Deputi Gubernur BI, Budi Rochadi mengungkapkan, sebagian besar kredit yang bermasalah itu berasal dari debitur kecil. Dari total kredit Rp 3,3 triliun yang disalurkan ke sektor perikanan, Budi mengatakan, ada Rp 2,1 triliun merupakan kredit usaha kecil. Selebihnya mengalir ke pengusaha yang lebih besar seperti pengolahan dan eksportir perikanan, ujar Budi. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, mengaku te-renyuh melihat dukungan modal perbankan pada sektor ini. "Sektor ini dianggap berisiko tinggi. Belum lagi banyaknya masalah illegal fishing," ujar Fadel. Meski demikian, Fadel tetap bersemangat untuk mengangkat derajat dan menyejahterakan nelayan. Baru-baru ini, BI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan kerja sama untuk mendorong perbankan meningkatkan penyaluran kredit ke sektor kelautan dan perikanan. "Sektor perikanan dan kelautan ini masa depan Indonesia, tapi kontribusi pengusaha dan perbankan masih kecil," ujar mantan Gubernur Gorontalo ini. Sementara Budi mengatakan, akan mendorong upaya memperkenalkan wajah sektor perikanan ke pengusaha, perguruan tinggi, dan perbankan. Di- akuinya, jika melihat angka statistik di sektor ini, memang cukup menakutkan bagi perbankan untuk memberikan pinjaman. Para pelaku sektor perikanan juga diberikan informasi mengenai akses perbankan dan prioritas di sektor kelautan perikanan. Kasus kredit yang bermasalah terbanyak, menurut Budi, adalah pinjaman dipakai untuk membeli kapal penangkap ikan namun pada akhirnya tidak bisa dibayar kembali. Budi mengatakan, ke depan sektor perikanan diupayakan untuk lebihmengembangkan budi daya. Sejak menjadi Menteri di KKP, Fadel terlihat cukup getol melakukan pembenahan dan terobosan di sektor perikanan. Pada peringatan Hari Nusantara di Makassar, Desember 2009 lalu, Fadel mengungkapkan obsesinya untuk menjadikan Indonesia negara nomor satu di dunia untuk produksi ikan."Indonesia masih peringkat empat dunia untuk produksi ikan. Kita masih kalah dengan Jepang, padahal wilayah laut kita sangat luas," ujar Fadel . ketika itu. Sebetulnya, gebrakan memacu produksi sektor kelautan dan perikanan bukan lagi barang baru. Di masa pemerintahan BJ Ha- bibie, ada Gerakan Prote-kan. Kemudian era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, dikenal istilah Gerbang Mina Bahari. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di masa periode pertamanya menjabat presiden juga telah memrogram-kan peningkatan produksi kelautan dan perikanan yang kala itu menterinya dijabat Freddy Numberi. Freddy menamai programnya, Revitalisasi Perikanan. Minapolitan Jika para pendahulunya sudah melakukan terobosan meski belum cukup berhasil, maka Fadel mencoba dengan konsep Minapolitan. Lewat konsep Minapolitan ini, Fadel berambisi menaikkan produksi perikanan periode 2009 sebesar 8 juta ton, dipacu menjadi 353 persen pada 2014 mendatang. Minapolitan adalah strategi pembangunanperikanan berbasis kawasan. Konsep ini bertujuan agar pemerintah daerah fokus mengembangkan produksi unggulan perikanan. Sejumlah 200 Kabupaten/Kota ditargetkan menjadi kawasan Minapolitan pada tahun 2010. Kawasan itu dibentuk berdasarkan komoditas unggulan perikanan. Rencana pembentukan Minapolitan terdiri atas 137 kawasan perikanan budidaya dan 70 kawasan perikanan tangkap. Saat ini, telah terbentuk 41 kawasan Minapolitan di beberapa daerah. Kawasan ini tidak mesti fokus pada satu komoditas unggulan, tetapi bisa beberapa komoditas. Dalam konsep ini, pemerintah pusat akan memberikan dukungan berupa pembangunan infrastruktur perikanan, di antaranya sarana jalan, irigasi, ataupun listrik. Menurut Fadel, penyediaan infrastruktur akan dikaji berdasarkan proposal yang diajukan oleh pemerintah daerah setempat. Tahun 2010, KKP telah mengalokasikan dana sebesar Rp 500 milyar untuk persiapan pembentukan kawasan Minapolitan. Dana tersebut antara lain akan digunakan untuk paket bantuan awal benih, pakan, sarana produksi, dan penyuluhan untuk wirausahapemula. Propinsi Sulawesi Selatan, menjadi salah satu kawasan utama pengembangan Minapolitan. Salah satunya di Kabupaten Pinrang, dengan basis produksi udang. Di Kabupaten ini, pemerintah setempat telah menyediakan kawasan perkampungan nelayan terpadu dengan luas hingga 10.000 hektare. . Kabupaten Pinrang, selama ini telah dikenal sebagai sentra penghasil udang yang telah memiliki pasar ekspor dominan ke Jepang. Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, kawasan Minapolitan dikembangkan mulai dari sektor hulu hingga hilir. Pengembangan perikanan dengan konsep Minapolitan tidak hanya sekadar memproduksi lalu-mengekspornya. "Industrinya juga akan dibangun di kawasan fishery village," ujar Syahrul sepulangnya dari pertemuan rapat kerja Gubernur se Indonesia di Tampak Siring, Bali, pekan lalu. Sulsel sendiri menargetkan produksi kelautan dan perikanan khusus jenis udang pada 2013 nanti sebesar 33.200 ton. Konsep Minapolitan yang digagas Pemerintah Pusat diharapkan bisa membantu memacu target tersebut. Sumber : Republika 27 April 2010,hal.17 |
You are subscribed to email updates from fishblogs To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.