BUDIDAYA PERIKANAN |
Posted: 09 Jul 2010 05:23 PM PDT Wajib Tebar Benih di Laut Mulai Agustus 2010, pengusaha penangkapan ikan wajib menerapkan sistem restocking Asnil Bambani Amri PANGKALPINANG. Pemerintah mulai mengurai masalah perikanan nasional. Kali ini. giliran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana membikin kesepakatan untuk mengatur kuota produksi ikan. Tujuannya, agar tidak terjadi overfishing dan penangkapan ikan secara besar-besaran. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menyatakan, bila produksi perikanan tidak diatur, ia khawatir akan terjadi penurunan produksi ikan dalam skala besar. Itu sebabnya, ia berharap ada kesepakatan untuk menyusun angka produksi di setiap daerah. Selanjutnya, angka tersebut akan menjadi acuan kuota penangkapan ikan di wilayah masing-masing. "Penetapan kuotanya nanti akan dikuatkan dengan peraturan menteri," jelas Fadel di Pangkal Pinang, Bangka Belitung usai membuka acara Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (FPPKS), Rabu (7/7). Saat ini, Indonesia memiliki 11 wilayah pengembangan perikanan (WPP). Setiap WPP terdiri dari tiga provinsi yang pengelolaanya dilakukan secara bersama-sama. Sayangnya, model pengelolaan seperti itu rawan konflik. Contohnya, konflik antarnelayan di Larantuka "Konflik terjadi kare.na adanya nelayan andon (berpindah-pindah)," jelas Fadel. . Masalah konflik nelayan antardaerah itu akan menjadi fokus bersama dalam pembahasan FKPPS kali ini. Selain itu, FKPPS diharapkan membuat rencana aksi untuk menjaga agar tidak terjadi over fishing. "Termasuk juga pengawasan yang harus dilakukan untuk mengurangi illegal fishing," terang Fadel. Abdullah Habibi, Capture Fisheries Coordinator WWF Indonesia mendukung upayapemerintah ini. Menurutnya, Indonesia harus membuat kebijakan penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan memiliki asas keberlangsungan. "Pengusaha perikanan jangan memikirkan menangkap saja, tetapi juga harus memikirkan juga keberlangsungannya," tandas Abdullah. Abdullah juga mengingatkan, pasar ikan di Amerika Serikat dan Eropa sudah mulai sadar untuk membeli ikan yang ramah lingkungan dan memperhatikan faktor keberlangsungan hayatinya. "Wal-mart, ritel modern AS, sekarang mensyaratkan ikan yang masuk merupakan ikan yang sudah memiliki sertifikat ramah lingkungan," katanya. Menebar ikan Pemerintah tampaknya tidak tinggal diam dengan tuntutan keberlangsungan hayatidan ketersediaan ikan. Ditjen Perikanan Tangkap KKP membikin kebyakan yang mewajibkan pengusaha melakukan restocking ikan untuk mendapatkan izin tangkap. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Dedi Sutisna menyatakan, aturan itu akan berlaku efektif mulai bulan Agustus 2010 mendatang. "Setiap perusahaan yang mengurus izin harus melakukan restocking ikan 1.000 ekor untuk ditebarkan di laut," kata Dedi. Perusahaan yang ingin memperpanjang izin pun harus melakukan restocking lagi sebanyak 1.000 ekor. Nantinya, benih ikan yang akan dijadikan restocking itu akan disediakan oleh balai pembenihan ikan milik KKP di Bali, Situbondo, Lombok, Lampung, dan Batam. Adapun jenis benih ikan untuk restocking itu adalah kerapu, udang, bawal, dankakap.. Benih tersebut akan ditebar di lokasi laut yang sesuai habitat jenis ikannya. Restocking ini harus dilakukan agar, produksi ikan di 44 titik dari 11 wilayah laut bisa meningkat. Maklum, dari 44titik tersebut, papar Dedi, hanya delapan titik yang keterangan yang mencukupi. "Sisanya masuk kategori merah atau mengalami kelebihan penangkapan dan ikannya sudah berkurang," jelas Dedi. Dedi menegaskan, restocking ikan ini sudah disosiali-sasikan dengan kepala dinas kelautan dan perikanan seluruh provinsi. Pemerintah juga sudah meminta masukan dari kalangan pengusaha penangkapan ikan. Dedi berharap, asosiasi pengusaha penangkapan ikan akan mengumpulkan anggotanya dan secara serentak mela-kukan restocking. "Fungsi asosiasi sangat penting dalam program ini," jelasnya Namun, Abdullah tetap mengkhawatirkan ketersediaan benih untuk restocking ini. Menurutnya, produksi benih ikan laut dari balai pembenihan milik KKP tidak mencukupi kebutuhan dari pelaku usaha perikanan tangkap. Seban, jika pengusaha perikanan tangkap diwajibkan menebar benih ikan, tentu akan terjadi kenaikan permintaan benih ikan laut. "Saya khawatir, benih yang dibutuhkan itu tidak tersedia," terangnya. Sumber : Harian Kontan 08 Juli 2010,hal.15 |
Posted: 09 Jul 2010 05:17 PM PDT Pola Budidaya Udang Dibenahi JAKARTA, KOMPAS - Pola budidaya udang vaname mulai diperbaiki untuk mengatasi serangan penyakit udang. Langkah yang ditempuh di antaranya mengurangi kepadatan tebar benih udang (benur) dari 200 ekor per meter persegi menjadi maksimum 100 ekor per m2. Direktur Produksi Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Iskandar Isma-nadji kepada pers di Jakarta, Kamis (8/7), mengemukakan, upaya pengurangan padat penebaran benur sudah disepakati dengan asosiasi petambak udang intensif yang tergabung dalam Shrimp Club Indonesia (SCT)."Pengurangan padat tebar benur dalam tambak diharapkan menekan serangan penyakit," ujar Iskandar. Upaya lain yang dilakukan adalah menerapkan teknik penyaringan ganda dalam pengelolaan air tambak. Sisa air tambak udang dipakai sementara untuk budidaya ikan nila dan mujair sebelum dimanfaatkan kembali untuk budidaya udang.Lendir ikan nila dan mujair, ujar Iskandar, diperkirakan mampu mematikan virus udang. Sejak tahun 2009, serangan virusudang vaname yang marak meliputi virus myo {infectious myo necrosis virus) dan bintik putih (white spot syndrome virus).Uji coba budidaya nila di tambak udang, antara lain, mulai diterapkan di Jawa Timur (Banyuwangi dan Situbondo). Nila itu ditebar di tambak dengan kepadatan benih nila berkisar 10-25 ekor per meter persegi. Revitalisasi tersendat Sementara itu, program revitalisasi tambak udang telantar seluas 1.000 hektar (ha) yang dicanangkan pemerintah hingga kini belum bisa terlaksana. Program" itu sedang diuji coba di Jawa Timur.Iskandar mengungkapkan, hingga kini revitalisasi tambak terganjal akses permodalan. Bank Jatim, yang diharapkan memberikan kredit, nyatanya sulit menyalurkan pinjaman ke petambak dengan alasan tidak ada penjaminan. "Kepercayaan bank terhadap petambak udang, khususnya skala kecil, masih sulit. Padahal, petambak ini yang seharusnya dibantu," ujar Iskandar.Ia menambahkan, pemerintah tidak memiliki alokasi anggaranuntuk memberikan jaminan kredit revitalisasi. Sementara itu, perusahaan dan eksportir mitra petambak juga masih sulit diharapkan untuk memberikan jaminan kredit petambak ke perbankan. (LKT) Sumber : Kompas 09 Juli 2010,hal. 18 |
You are subscribed to email updates from fishblogs To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.